4.17.2009

Wapres: Anggaran Pendidikan 2009 Rp 100 Triliun

Rabu, 2 Juli 2008 | 12:54 WIB

Laporan wartawan Kompas Suhartono

JAKARTA, RABU - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengatakan, alokasi anggaran pendidikan pada tahun 2009 bisa mencapai Rp 70 triliun hingga Rp 100 triliun, termasuk gaji guru. Besaran itu tercapai apabila volume APBN mencapai Rp 1.000 triliun.

Meski demikian, persentase anggaran pendidikan belum bisa mencapai 20 persen dari total penerimaan akibat penerimaan negara belum maksimal dan kebutuhan pembayaran utang juga masih sangat besar. "Itu pasti bisa dicapai (Rp 70 triliun hingga Rp 100 triliun) kalau pendapatan negara besar. Pendapatan besar kalau ekonomi tumbuh. Pelan-pelan kita menaikkan anggaran pendidikan 20 persen. Sekarang memang belum tercapai 20 persen, namun nominalnya sudah tinggi sekali," ujar Wapres Kalla saat menerima 500 guru alumni program pelatihan guru kerja sama PT Telkom dan Harian Republika di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (2/7) siang.

Hadir dalam acara itu Pimpinan Redaksi Harian Republika Ichwanul Khilam dan Direktur Utama PT Telkom Rinaldi Firmansyah serta staf Wapres Kalla. Menurut Wapres, alokasi anggaran pendidikan pada tahun 2004 baru mencapai Rp 20 triliun. "Empat tahun kemudian, tahun 2008 ini anggarannya meningkat dua kali lipat atau menjadi Rp 48 triliun. Tetapi, memang, persentase anggaran pendidikan belum mencapai 20 persen karena naik terus anggaran lainnya," tambah Wapres.

Wapres menambahkan, anggaran pendidikan bisa meningkat dengan adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan guru serta murid, sehingga pengetahuan dan teknologi akan berkembang juga.

Lebih jauh Wapres mengatakan, dengan tingkat pendidikan dan pengetahun serta teknologi yang lebih baik, maka Indonesia tidak cuma bisa mengirim jutaan TKI, tetapi juga mengirim tenaga ekspatriat ke luar negeri. "Sekarang ini kemampuan kita hanya bisa mengirim jutaan TKI, padahal negara lain malah mengirimkan 10.000 saja tenaga ekspatriatnya ke Indonesia, jumlah devisa yang diterimanya sama dengan devisa yang kita terima jika mengirim TKI. Kan, lebih baik kita mengirim 10.000 tenaga ahli kita," kata Wapres.

Oleh sebab itu, dikatakan Wapres Kalla, para guru harus bisa menghasilkan anak didik yang bisa menjadi tenaga ahli.

sumber : kompas - hari

Pendidikan Gratis

Dari sekian banyak tema yang diusung dalam kampanye politik calon kepala daerah, agaknya isu pendidikan gratis menjadi salah satu tema menarik dan menjadi 'produk unggulan' yang laris manis dalam arena pertarungan menuju kursi kekuasaan. Tema 'gratis' itu pun dibuat lebih apik dan khusus, yaitu pendidikan gratis mulai dari pendidikan dasar sampai menengah. Tema ini pula yang dipercaya memiliki kontribusi signifikan terhadap tingkat keterpilihan kandidat.Dalam jargon kampanye, penggunaan isu tersebut bukanlah sesuatu yang salah. Tema tersebut adalah hal yang sah-sah saja. Bahkan, bagi pihak yang menang, jika nantinya janji-janji dalam kampanye tersebut bisa diwujudkan, itu bermakna sebagai konsistensi sikap dan keberpihakan terhadap rakyat banyak. Dan, berarti juga program itu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat miskin sekalipun untuk mengenyam dunia pendidikan secara 'gratis'.Akan tetapi, penggunaan tema gratis tersebut bukanlah tanpa perdebatan. Apalagi, jika persoalan tersebut sudah masuk wilayah politik. Definisinya menjadi bias dan kabur, serta terkesan hiperbolistik.Dalam ranah formulasi anggaran, guna memenuhi hajat dan janji selama kampanye, mekanisme penyusunan alokasi dana untuk sektor pendidikan pun terkesan harus mengorbankan sektor lainnya. Ketika alokasi sektor pendidikan diperbesar, pengambil kebijakan sering kali mengambil jalan pintas dengan cara mengurangi anggaran sektor publik lainnya, tanpa mempertimbangkan konsekuensi logis dari pengurangan anggaran sektor tertentu. Pengambil kebijakan sering kali tidak memiliki cara pandang yang holistik-integral.Bagi pengusung isu pendidikan gratis, argumentasi yang senantiasa dikedepankan adalah siswa tidak lagi dibebankan dengan bermacam-macam biaya mulai dari uang pangkal, uang sekolah, uang komite, dan buku penunjang utama. Sementara itu, untuk biaya-biaya lain, tidak ditanggung oleh pemda, misalnya, biaya transportasi, pakaian seragam, dan biaya-biaya lain (penambahan materi, darmawisata, dan sebagainya). Dengan kata lain, komponen biaya untuk memenuhi kebijakan 'pendidikan gratis' adalah berupa subsidi. Subsidi ini pun masih disertai sejumlah persyaratan, yaitu jika besaran dana bantuan yang diberikan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi lebih kecil dari biaya operasional...

sumber : republika - Mustafa Kamal

Soal Anggaran Pendidikan, Masyarakat Dapat Tempuh Jalur Hukum

Jumat, 25 Januari 2008 | 21:19 WIB

JAKARTA, JUMAT- Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan Wayan Koster mengatakan, para guru dan unsur masyarakat yang tidak puas dengan kondisi anggaran pendidikan dapat juga menempuh jalur hukum.

Mereka dapat menggugat Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah melalui Mahkamah Agung. Dia mencontohkan gugatan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap APBN melalui Mahkamah Konstitusi yakni perundangan APBN 2006 dan APBN 2007 yang digugat oleh Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (IPSI) dan PGRI Pusat.

Wayan juga memberikan apresiasi kepada para guru, mahasiswa, dan unsur masyarakat lainnya yang mempunyai kepedulian terhadap pendidikan. Khususnya, kepedulian terhadap menurunnya anggaran pendidikan yang dialokasikan dalam APBD seperti di Kabupaten Merangin, Jambi.

Secara terpisah, Wakil Koordinator Education Forum Yanti Sriyulianti mengungkapkan, Jumat (25/1), protes para guru tersebut seharusnya membangkitkan kesadaran pemerintah dan wakil rakyat di parlemen tentang betapa pentingnya arti pendidikan bagi masyarakat.

Menurut Yanti, tidak meningkatkannya anggaran pendidikan secara signifikan, apalagi malah menurun, mencerminkan ketidakadilan.

sumber : kompas - ine

Anggaran Pendidikan Tersedot ke Birokrasi

Jumat, 5 September 2008 | 16:45 WIB

JAKARTA, JUMAT - Peningkatan anggaran pendidikan nasional yang mencapai 20 persen dari APBN pada 2009 jangan tersedot untuk birokrasi. Karena itu, penggunaan anggaran yang mencapai sekitar Rp 224 triliun harus diawasi masyarakat agar program-program pendidikan yang dibuat pemerintah berpihak kepada rakyat kecil, bukan pada birokrasi.

"PGRI bersedia dengan komponen bangsa lainnya melakukan pengawasan eksternal pemanfaatan anggaran pendidikan supaya tidak bocor dan mubazir. Mekanisme pengawasan ini kami serahkan kepada pemerintah untuk mengaturnya," kata Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo usai pertemuan dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid di Jakarta, Jumat (5/9).

PGRI, kata Sulistiyo, meminta pemerintah untuk memfokuskan anggaran pendidikan untuk perbaikan sekolah rusak, pengadaan buku bermutu, penyediaan sarana pendidikan, sekolah gratis untuk pendidikan dasar serta peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru.

Hidayat Nur Wahid mengatakan pemerintah harus punya komitmen kuat untuk melaksanakan ketentuan perundang-undangan, termasuk yang berkaitan dengan pendidikan. "Kesejahteraan negara ini bisa terwujud jika manusia Indonesia unggul. Ini butuh pendidikan yang berkualitas," kata Hidayat.

Unifah Rosyidi, Wakil Ketua PB PGRI, mengingatkan agar pembenahan kualitas dunia pendidikan juga dilakukan dengan menempatkan birokrat yang berpengalaman dan berkomitmen di dunia pendidikan. "Yang terjadi, pengangkatan kepada dinas pendidikan lebih pada mendukung bupati/wali kota, bukan pada keahliannya dalam pendidikan," jelas Unifah.

Sulistiyo mendesak supaya pemerintah serius untuk mengimplementasikan Undang-undang Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih menimbulkan banyak persoalan di lapangan. Program sertifikasi diharapkan bisa adil dan fokus untuk pengembangan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan di Tanah Air. Karena itu, Peraturan Pemerintah soal Guru dan Dosen diminta segera disahkan Presiden.

sumber = kompas - ELN

Pendidikan Dasar Gratis Butuh Dana Rp 157 Triliun

Kamis, 21 Agustus 2008 | 20:06 WIB

JAKARTA, KAMIS - Pendidikan dasar gratis bermutu yang menjadi prioritas utama program pemerintah harus terpenuhi dengan adanya kebijakan menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009. Pembiayaan pendidikan dasar yang memenuhi standar nasional tanpa memungut biaya kepada masyarakat itu dihitung membutuhkan dana sekitar Rp 157 Triliun.

"Pendidikan dasar gratis seharusnya tidak lagi jadi keluhan masyarakat. Dengan anggaran pendidikan nanti yang mencapai Rp 224 Triliun, pendidikan di tingkat SD dan SMP tanpa pungutan lagi. Pemerintah berkewajiban menyediakan layanan pendidikan dasar sembilan tahun di mana warga usia wajib belajar tidak membayar atau tidak dipungut biaya oleh penyelenggara/sekolah," kata Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam diskusi bertajuk Memilih Prioritas Memenuhi Hak Rakyat Memperoleh Pendidikan Bermutu yang diadakan Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (21/8).

Dari perhitungan Abbas yang juga pengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, pendidikan dasar gratis di tingkat SD dan SMP membutuhkan biaya Rp 157,22 Triliun. Penghitungan biaya tersebut sudah mencakup biaya operasional dan investasi pendidik dan tenaga kependidikan, biaya operasional dan investasi sarana dan prasarana, serta biaya operasional bahan habis pakai dan alat aus pakai.

Abbas mengatakan anggaran pendidikan dasar itu setidaknya bisa memenuhi layanan pendidikan dasar yang hampir mencapai standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP. Pada tahun 2008, perkiraan dana pendidikan dasar berkisar Rp 137,3 Triliun. Sisa dana anggaran pendidikan dipakai untuk meningkatkan layanan pendidikan menengah, tinggi, dan nonformal.

Utomo Dananjaya, Direktur IER Universitas Paramadina, mengatakan jika pemerintah punya pilihan strategi pendidikan yang baik, peningkatan anggaran 20 persen itu akan efektif dan harapan perbaikan pendidikan nasional bisa terwujud.

"APBN itu kan uangnya juga dari pajak masyarakat. Kenaikan anggaran pendidikan yang pertama kali mencapai 20 persen itu jangan dilihat sebagai kebaikan pemerintah karena memang seharusnya dikembalikan lagi dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat yang baik. Departemen Pendidikan harus mendasarkan penggunaan dana itu pada penelitian yang kuat, bukan berdasarkan kepentingan politis," kata Utomo.

sumber : kompas - ELN

Dosen Disiapkan Jadi Pendidik dan Pelatih Kewirausahaan

Senin, 16 Maret 2009 | 21:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan dosen dari perguruan tinggi negeri dan swasta sudah dilatih untuk menjadi pendidik dan pelatih kewirausahaan di kampus-kampus. Pengajar di perguruan tinggi yang mendapat pelatihan dan pengalaman menjalankan pendidikan entrepreneurship ini diharapkan bisa mengembangkan metodologi hingga kegiatan atau program yang didesain untuk menumbuhkan budaya wirausaha di kalangan mahasiswa dan masyarakat.

"Untuk tahun ini, pemerintah seharusnya fokus dulu untuk menciptakan lahirnya guru, pendidik, dan pelatih kewirausahaan. Bahkan, calon guru di lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan juga sudah harus dibekali pendidikan kewirausahaan. Sebab, di Indonesia ini sudah banyak ahli atau ilmuwan, tetapi kekurangan wirausahawan yang mampu melihat peluang ekonomi dari potensi kekayaan alam Indonesia yang melimpah itu," ujar Ciputra, Pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), dalam acara Pembukaan training of trainers untuk pendidikan entrepreneurship bagi 42 dosen dari berbagai jurusan di Universitas Tarumanagara di Jakarta, Senin (16/3).

Menurut Ciputra, mindset atau pola pikir dan karakter lulusan perguruan tinggi dan masyarakat umum yang lebih suka menunggu datangnya pekerjaan daripada mencari peluang untuk menciptakan lapangan pekerjaan, harus diubah dengan cepat. Jika tidak, pengangguran semakin bertambah dan Indonesia semakin terpuruk.

Hingga saat ini, sudah dilatih sebanyak 200 dosen dari 22 perguruan tinggi negeri dan swasta yang didukung Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan PT Bank Mandiri. Bahkan, lima dosen Indonesia mendapat kesempatan untuk bisa belajar pendidikan kewirausahaan secara khusus dari Kauffman Foundation, lembaga internasional yang fokus pada pengembangan pendidikan kewirausahaan.

Kelima dosen dari berbagai disiplin ilmu dari Universitas Ciputra dan Universitas Tarumanagara itu dilatih kewirausahaan lewat program yang didesain khusus untuk melihat peran entrepreneurship dalam perguruan tinggi dan peran entrepreneurship dalam krisi global. Mereka diajar langsung oleh profesor dari Harvard University, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan Stanford University. Selain itu, mereka juga menjalankan program magang di perusahaan-perusahaan ternama seperti Silicon Valley, California dan Boston, Amerika Serikat, selama enam bulan ini.

Chairy dari Departemen Pengembangan Entrepreneurship Universitas Tarumanagara mengatakan dari kunjungan para dosen ke tiga perguruan tinggi ternama dunia terlihat bahwa pembelajaran yang diberikan kepada mahasiwa itu bersifat lintas ilmu. Bahkan, mahasiswa ini sering terlibat kerjasama dengan mahasiswa lain dari disiplin ilmu berbeda untuk membuat proyek yang bisa dikomersialkan.

"Mahasiswa teknik, misalnya, mereka juga belajar bagaimana membuat desain yang baik, dan tahu bagaimana menjual produknya. Pendidikan yang seperti ini membuat mahasiswa ini kreatif dan inovatif menciptakan peluang bisnsi baru yang berarti menciptakan lapangan kerja baru," papar Chairy.

Bo Fishback, Wakil Presiden Kauffman Foundation, mengatakan tumbuhnya budaya wirausaha ini mampu membuat masyarakat melihat krisis global bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai kesempatan untuk mencari peluang ekonomi yang baru. "Yang penting, kewirausahaan yang ditumbuhkan di negara itu difokuskan pada apa yang dipunyai atau yang ingin dikembangkan negara itu. Indonesia punya potensi alam yang luar biasa. Jadi, kewirausahaan harus fokus itu bisa membuat terciptanya bisnis unggul dengan mengembangkan apa yang sudah dipunyai," kata Bo.

sumber : kompas - eLn

Calon Guru Harus Ikuti Pendidikan Profesi

Selasa, 25 November 2008 | 15:55 WIB

JAKARTA, SELASA - Para calon guru akan menempuh cara berbeda dengan guru dalam jabatan untuk mendapatkan sertifikat sebagai pendidik. Jika guru dalam jabatan menempuh sertifikasi dengan model portofolio, calon guru yang sudah mendapatkan gelar sarjana nantinya harus melamar ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK terpilih untuk mengikuti pendidikan profesi guru.

Hal itu dikemukakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, dalam rapat kerja dengan Panitia Adhoc III Dewan Perwakilan Daerah RI, Selasa (25/11). "Untuk guru mata pelajaran, lamanya pendidikan profesi satu tahun dan bagi guru taman kanak-kanak serta sekolah dasar selama enam bulan," ujar Fasli.

LPTK yang akan memberikan pendidikan profesi nantinya tidak sembarangan melainkan harus memenuhi persyaratan seperti pengalaman di bidang pendidikan, tenaga pengajar dan fasilitas. Menurut Fasli, sebetulnya pemerintah telah memulai pendidikan profesi tersebut pada tahun 2006 dan 2007. Namun, baru sebatas untuk guru prajabatan yang dinilai berprestasi dan melalui seleksi khusus. Kuotanya ditetapkan secara khusus oleh Menteri Pendidikan Nasional. Terdapat 790 guru yang telah terseleksi waktu itu.

sumber : kompas - indira permatasari

Depag Sertifikasi 100 Ribu Guru pada 2009

JAKARTA -- Pada tahun 2009, Departemen Agama akan menyelenggarakan sertifikasi bagi 100 ribu guru lagi di lingkungan Depag, setelah 33.851 guru disertifikasi pada 2008, kata Dirjen Pendidikan Islam Depag, Mohammad Ali."Depag terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru.Tunjangan Profesi Guru diberikan kepada 26.869 guru yang telah disertifikasi pada 2008 setara gaji pokok PNS yang dibayarkan pada 2009," kata Prof Dr Mohammad Ali pada lokakarya "Pembangunan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional: Refleksi dan Proyeksi" di Jakarta, Jumat.

Data Depag menunjukkan bahwa seluruh guru yang telah memiliki kualifikasi akademik minimal S-1 di madrasah pada 2006, urainya, mencapai 224.886 orang, namun dari jumlah itu yang mendaftar pada 2007 untuk mengikuti sertifikasi hanya 73 persen atau 165.967 orang.Dari daftar itu, lanjut dia, ditetapkan 25.761 orang (11,46 persen) dari guru yang berkualifikasi S-1 menjadi peserta sertifikasi tahap pertama, yakni 4.000 peserta masuk kategori kuota 2006 dan 21.761 lainnya dalam kategori kuota 2007.

Depag juga memberi tunjangan fungsional guru non-PNS bagi 501.831 orang sejak 2008 sebesar Rp200 ribu per orang untuk guru non S-1 per bulan yang pada 2009 naik menjadi Rp250 ribu.Sedangkan tunjangan fungsional bagi guru non-PNS yang S-1, pada 2009 naik menjadi Rp300 ribu per orang per bulan dari Rp250 ribu pada 2008, tambahnya.
Ia juga menjelaskan, pada 2009, total pagu definitif Depag sebesar Rp26,66 triliun, yang terdiri dari anggaran fungsi pendidikan Rp23,28 triliun dan fungsi non-pendidikan Rp3,38 triliun.

Dari pagu definitif fungsi pendidikan Depag 2009 Rp23,28 triliun itu ditetapkan alokasi untuk delapan program pembangunan pendidikan Islam antara lain yang terbesar Rp8,87 triliun untuk program manajemen pelayanan pendidikan.
Selain itu, Rp7,29 triliun untuk program Wajar Diknas sembilan tahun dan Rp3,24 triliun untuk program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dari total anggaran yang dialokasikan bagi pendidikan Islam Rp 22 triliun, sebagian besar Rp18,06 triliun dikelola Kanwil Depag Provinsi, Rp2,55 triliun oleh Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), sisanya Rp2,7 triliun dikelola Depag pusat.

sumber : republika - anto

Setiap Tahun Yogya Kekurangan 250 Guru PNS

YOGYAKARTA -- Sejak tahun 2007 lalu Pemkot Yogyakarta tidak menerima jatah pengangkatan guru pegawai negeri sipil (PNS) dari pemerintah pusat. Padahal setiap tahun di Yogyakarta terdapat sedikitnya 250 guru PNS yang pensiun. Akibatnya, sekolah terutama sekolah negeri di Yogyakarta kekurangan guru PNS sekitar 250 setiap tahunnya.

Demikian dikatakan Sekretaris KOmisi I DPRD KOta Yogyakarta, Justina Paula Suyatni kepada wartawan dalam pemaparan hasil audiensi pimpinan dewan dan KOmisi I DPRD Kota Yogyakarta dengan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di kantor dewan, Selasa (3/3).

Diakuinya, kondisi tersebut cukup berat bagi sekolah negeri karena tuntutan peningkatan kualitas pendidikan harus diimbangi dengan jumlah tenaga pendidik. Karenanya, pada audiensi dengan Men-PAN dan Depdiknas Komisi I DPRD KOta Yogyakarta juga menyampaikan permasalahan tersebut.

''Kementrian PAN meminta Pemkot Yogyakarta melalui instansi terkait untuk mendata berapa kekurangan guru PNS. Selanjutnya dikirim ke pemeirntah pusat untuk dimasukkan dalam formasi kebutuhan tahun 2009,'' tandas Ketua Komisi I DPRD KOta Yogyakarta, Iriantoko Cahyodumadi.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, jumlah guru PNS di Yogyakarta sebanyak 4.447 guru. Dimana lanjutnya, 1.373 guru PNS bertugas di sekolah swasta.

Selain tentang kekurangan guru, KOmisi I DPRD KOta Yogyakarta dan pimpinan dewan juga mempertanyakan status guru PNS yang ada di sekolah swasta. Pasalnya, kebijakan Men-PAN yang baru tentang penempatan guru PNS harus di sekolah negeri. Akibatnya ada beberapa guru honorer swasta yang setelah diangkat PNS ditarik ke sekolah negeri. ''Ini menimbulkan kecemasan skeolah swasta karena sekolah swasta juga kehilangan guru,'' terang Iriantoko.

Terkait itupun pihaknya telah menerima aduan sekolah swasta. ''Berdasarkan audiensi dengan Depdiknas dan Kementrian PAN, pada dasarnya Kementrian PAN tidak akan mempersoalkan keberadaan guru PNS di swasta. Bahkan Kementrian PAN kemarin hanya meminta data kekurangan guru di sekolah negeri dan jumlah guru PNS yang pensiun di sekolah negeri bukan swasta,'' tegasnya.

Menurut anggota KOmisi I DPRD KOta Yogyakarta, Bagus Sumbardja, jaminan Kementrian PAN terkait status guru PNS di sekolah swasta itupun tertuang dalam PP no 74 tahun 2006, karenanya sekolah swasta tidak perlu khawatir terhadap guru PNSyang mengajar di sekolah itu.

sumber : republika - yuli/ pur

Guru Non Formal 'Ditirikan'

urnalnet.com (Jakarta): RPP Guru Non Formal Mendesak Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Yang Masih Jadi Anak Tiri. GURU non formal nasibnya bak anak tiri dalam khasanah pendidikan nasional. Padahal, pendidik ini amat berjasa dalam membantu pemerintah menyukseskan pendidikan nasional. Khususnya, bagi kalangan yang memiliki berbagai kendala dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah formal.

Tanpa memiliki pengabdian yang berupa panggilan jiwa untuk ikut sera mencerdaskan kehidupan anak bangsa ini, khususnya kalangan bawah ini pendidik non formal yang jamak disebut tutor ini akan sulit untuk bertahan.

Bayangkan hanya dengan honor Rp108.000 per bulan, seperti yang.diterima oleh Ayu, tutor bahasa Indonesia di Kabupaten Ende ini bagaimana bisa bertahan hidup. Itu pun, diterima oleh sarjana S-1 tiga bulan sekali. Namun, gadis berjilbab asli Ende, NTT ini mengatakan menjadi pendidik adalah panggilan jiwa. Banyak teman saya pindah profesi, karena persoalan kebutuhan hidup, ujar nona berusia 26 tahun ini.

Muslimah yang rajin puasa Senin-Kamis ini untuk menambah penghasilannya menjadi guru honor di salah satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kota Ende. Itu pun hanya Rp200.000 sebulan.

Berbeda dengan Ayu, tutor bahasa Inggris Sylvester yang mengajar tiga kelas di Kabupaten Manggarai lebih beruntung. Meskipun, masih dibayar tiga bulan sekali, honornya Rp150.000 per bulan, Sedangkan, tenaga lapangan Diknas (TLD) Agustina Prima yang bertugas di Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat memeroleh honor Rp700.000 sebulan. Sebagai tenaga lapangan pekerjaannya serabutan. Pokoknya mengisi apa saja yang kurang dalam proses pembelajaran pendidikan non formal di pulau wisata hewan langka tersebut. Ya itu program paket, anak usia dini, maupun keaksaraan, ujar wanita yang namanya sudah masuk data base di Balai Kepegawaian Daerah (BKD) untuk sejak 2005.

Itulah potret guru non formal. Potret buram ini agaknya tidak terlalu jauh berbeda di sejumlah daerah di NTT. Bahkan, juga gambaran kekumuhan guru non formal di seluruh Indonesia nyaris sama saja.

sumber : www.jurnalnet.com

4.15.2009

53 Persen Gedung Sekolah di DKI Rusak

JAKARTA -- Sebanyak 53,3 persen atau 810 gedung sekolah di DKI dalam kondisi rusak dengan tingkat kerusakan beragam dari sedang, berat hingga rawan ambruk.

Dinas Pendidikan DKI menyiapkan anggaran untuk rehab sekolah rusak 2009 sebesar total Rp 580 miliar yang akan digunakan untuk merehab seluruh gedung sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK.

"Anggaran yang disetujui DPRD hanya sebesar itu dari usulan kita sekitar Rp1 triliun," kata Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan DKI, Didi Sugandi di Jakarta, Selasa.

Anggaran itu akan digunakan untuk melakukan rehab total dan berat dengan rincian rehab total sebesar Rp 233 milyar, yang terbagi dalam rehab total gedung SD, SMP, SMA, dan SMK termasuk pengadaan perabot.

Sedangkan untuk untuk rehabilitasi berat gedung SD dan SMP dianggarakan dana sebesar Rp 321 miliar dan rehabilitasi berat gedung SMA dan SMK sebesar Rp 26 miliar.

Didi Sugandi menyebut rehab total akan dilakukan di 19 lokasi yakni rehabilitasi total gedung SD 9 lokasi, SMP 5 lokasi, SMA 3 lokasi, dan SMK 2 lokasi.

Sementara rehab berat SD dan SMP akan dilakukan pada 265 gedung sekolah dan rehab berat untuk SMA dan SMK akan dilakukan ke 27 gedung sekolah.

Dari jumlah total gedung sekolah yang rusak di Jakarta, sebanyak 306 gedung rawan ambruk yang direkomendasikan rehabilitasi total, 274 gedung dalam kondisi rusak berat, dan 220 gedung dalam kondisi rusak sedang. "Tetapi anggaran terbatas, untuk itu akan dilihat prioritas untuk rehab," kata Didi.

Prioritas akan dilihat dari kondisi gedung sekolah dimana jika tingkat kerusakan dianggap tidak parah maka hanya akan dilakukan rehab sedang.

"Kita prioritaskan gedung sekolah yang mau ambruk untuk dilakukan rehab total. Tetapi, jika ada gedung sekolah mau ambruk dan belum bisa dilakukan rehab total, kita lakukan rehab berat untuk menambah usia pemakaian," papar Didi.

Rehab gedung sekolah itu akan dimulai pada bulan Mei setelah selesai dilakukan lelang.

Sementara itu, sebanyak 46,6 persen gedung sekolah dari SDN, SMPN, SMAN dan SMKN atau sebanyak 820 gedung sekolah masih belum dilengkapi sarana penunjang pendidikan sesuai Permendiknas No.24/2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan.

Sarana penunjang itu dijelaskan Didi antara lain berupa ruang serbaguna, ruang UKS, ruang perpustakaan, ruang laboratorium dan ruang kecakapan.

Sebanyak 132 gedung sekolah (7,76 persen) lainnya berdasarkan laporan banjir tahun 2009 berada di daerah rawan banjir.

Selain melakukan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak, tambah Didi, Dinas Pendidikan juga akan melakukan pembangunan gedung SMP, SMK, dan SMA baru di kelurahan dan kecamatan yang belum memilikinya.

"Juga membangun ruang kelas baru dalam rangka meningkatkan daya tampung di sekolah perbatasan dan daerah padat penduduk," ucapnya.

Data yang dikumpulkan Dinas Pendidikan menunjukkan sebanyak 256 gedung sekolah (15,2 persen) mengalami kekurangan daya tampung, terutama di daerah padat pemukiman di perbatasan Depok, Tangerang dan Bekasi.

sumber : republika newsroom

Gresik Resmikan Sarana Pendidikan Senilai Rp 17,6 Miliar

Rabu, 4 Juni 2008 | 16:31 WIB

GRESIK, RABU- Bupati Gresik Robbach Ma'sum, Rabu (4/6), meresmikan 396 sarana pendidikan yang tersebar di 69 sekolah negeri dan 330 lembaga pendidikan swasta. Sarana pendidikan termasuk gedung sekolah, laboratorium, dan taman pendidikan Al Quran didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Gresik senilai Rp 17,6 miliar. Penandatanganan prasasti dipusatkan di Aula Sunan Giri SMA Negeri 1 Gresik.

Robbach berharap, seluruh sarana yang dibangun bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin dan sumber daya pendidik lebih ditingkatkan. Para kepala sekolah harus selalu memperbaiki manajemen pendidikan di sekolah masing-masing. "Kalau perlu metode dalam mempersiapkan materi pendidikan setiap guru selalu diperbaiki, jangan sampai tetap seperti zaman dulu," kata Robbach.

Sekretaris Daerah Kabupaten Gresik Husnul Khuluq menambahkan, kualitas pendidikan di Gresik saat ini lebih baik dibanding kota lain di Jawa Timur. Pada tahun 2007 biaya pendidikan yang dikeluarkan dari APBD sebesar Rp 77,216 miliar atau 22,5 persen dari APBD. "Jumlah tersebut tidak termasuk gaji guru sehingga Gresik menganggarkan pendidikan lebih dari 20 persen sebagaimana amanat undang-undang," kata Khuluq.

Menurut dia, biaya yang besar serta pembangunan sarana dan prasarana yang telah dianggarkan oleh APBD harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. "Yang terpenting keterjangkauan pendidikan untuk golongan masyarakat tidak mampu. Jangan sampai ada anak orang tidak mampu tidak sekolah atau tak mampu membayar sekolah di Gresik," katanya.

sumber : kompas - aci

Depdiknas Optimistis 2009 tidak Ada Lagi Sekolah Rusak

JAKARTA -- Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) optimistis proses rehabilitasi dan renovasi sebanyak 135.194 ruang kelas dan sekolah rusak di tingkat sekolah dasar, Madrasah Ibtidaiah (MI) dan SD Luar Biasa (SDLB) di sejumlah provinsi di tanah air dapat dituntaskan pada tahun 2009 dengan perkiraan biaya sebesar Rp9,07 triliun. "Seiring dengan terpenuhinya alokasi anggaran 20 persen untuk sektor pendidikan, Presiden meminta agar memberikan prioritas salah satunya penuntasan wajib belajar (wajar) sembilan tahun. Untuk menuntaskan wajar sembilan tahun tersebut, maka upaya dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana dan prasarana pendidikan," kata Direktur Pembinaan Tk dan SD Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Mudjito Ak di Jakarta, Senin.

Data tahun 2003 meunjukkan terdapat 531.186 ruang kelas SD/MI atau sebesar 49,50 persen dari 1.073.103 ruang kelas SD/MI yang mengalami kerusakan sedang dan berat. "Perbaikan ruang kelas rusak baik kategori sedang dan berat untuk tingkat SD/MI telah dilakukan sejak tahun 2003 dan jumlahnya cukup besar yakni 531.186 ruang kelas (49,5 persen) di seluruh Indonesia," katanya.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki ruang kelas yang rusak adalah melalui program dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan dan non DAK antara lain melalui dana bencana alam, APBN-P, dekonsentrasi, APBD I dan II. DAK bidang pendidikan dimaksud untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan diarahkan untuk membiayai rehabilitasi ruang kelas SD/MI dan SDLB serta sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan, meliputi juga sarana meubilernya, katanya.

Selanjutnya, selama lima tahun proses rehabilitasi dan renovasi dilaksanakan setiap tahun hingga tahun 2008 dengan rincian renovasi melalui dana alokasi khusus (DAK) sebanyak 295.548 ruang kelas (27,51 persen) dan dana non DAK sebanyak 100.444 ruang kelas (9,3 persen) sehingga sisa ruang kelas rusak pada tahun 2009 sebanyak 135.194 ruang kelas (12,6 persen). Lebih lanjut Mudjito mengatakan, sisa ruang kelas rusak pada tahun 2009 sebanyak 135.194 ruang kelas tersebar di semua propinsi di tanah air, yakni dengan tingkat kerusakan ringan antara 0-10 persen sebanyak 1.331 ruang kelas terdapat di 19 propinsi, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jambi, Maluku, NTB, Papua, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan sebagainya.

Ruang kelas rusak sedang antara 10,2 hingga 20 persen sebanyak 2.282 ruang kelas terdapat di tiga propinsi yakni, Daereh Istimewa Yogyakarta (DIY), Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Rusak antara 20,1 persen hingga 30 persen sebanyak 4.451 ruang kelas terdapat di tiga propinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan sedangkan kerusakan lebih dari 30 persen sebanyak 127.130 ruang kelas terdapat di 10 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Timur dan Banten.

Lebih lanjut Mudjito mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk renovasi satu ruang kelas rata-rata sebesar Rp50 juta namun seiring dengan kemungkinan terjadinya eskalasi harga, maka perhitungan anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas rusak sebanyak 135.194 unit pada tahun 2009 mengalami peningkatan dari Rp9,1 triliun menjadi Rp12,4 triliun.
"Depdiknas optimis dengan tuntasnya rehabilitasi ruang kelas rusak pada tahun 2009, maka pada tahun berikutnya diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) seperti standar pembiayaan, standar kelulusan siswa dan sebagainya," tambahnya.

sumber : republika newsroom

Ratusan Gedung SD di Jakarta Alami Kerusakan

AKARTA--MI: Sekitar 53 persen atau 810 gedung sekolah di DKI dalam kondisi rusak, dengan tingkat kerusakan beragam mulai sedang, berat, hingga rawan ambruk. Dinas Pendidikan DKI tahun ini menyiapkan anggaran sebesar Rp580 miliar untuk merehab seluruh gedung sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK.

"Anggaran yang disetujui DPRD hanya sebesar itu dari usulan kita sekitar Rp1 triliun," kata Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan DKI, Didi Sugandi di Jakarta, Selasa (3/2).

Anggaran itu akan digunakan untuk melakukan rehab total dan berat, dengan rincian rehab total sebesar Rp 233 miliar, yang terbagi dalam rehab total gedung SD, SMP, SMA, dan SMK termasuk pengadaan perabot. Sedangkan untuk untuk rehabilitasi berat gedung SD dan SMP dianggarakan dana sebesar Rp321 miliar, dan rehabilitasi berat gedung SMA dan SMK sebesar Rp26 miliar.

Didi Sugandi menyebutkan, rehab total akan dilakukan di 19 lokasi yakni rehabilitasi total gedung SD 9 lokasi, SMP 5 lokasi, SMA 3 lokasi, dan SMK di dua lokasi. Sementara rehab berat SD dan SMP akan dilakukan pada 265 gedung sekolah dan rehab berat untuk SMA dan SMK akan dilakukan terhadap 27 gedung sekolah.

Dari jumlah gedung sekolah yang rusak di Jakarta, sebanyak 306 gedung rawan ambruk sehingga direkomendasikan untuk rehabilitasi total, 274 gedung dalam kondisi rusak berat, dan 220 gedung dalam kondisi rusak sedang. "Tetapi anggaran terbatas, untuk itu akan dilihat prioritas untuk rehab," kata Didi.

Prioritas akan dilihat dari kondisi gedung sekolah di mana jika tingkat kerusakan dianggap tidak parah maka hanya akan dilakukan rehab sedang. "Kita prioritaskan gedung sekolah yang mau ambruk untuk dilakukan rehab total. Tetapi, jika ada gedung sekolah mau ambruk dan belum bisa dilakukan rehab total, kita lakukan rehab berat untuk menambah usia pemakaian," ujar Didi.

Sementara itu, 46,6 persen gedung sekolah dari SDN, SMPN, SMAN dan SMKN atau sebanyak 820 gedung sekolah masih belum dilengkapi sarana penunjang pendidikan sesuai Permendiknas No.24/2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan. Sarana penunjang itu dijelaskan Didi antara lain berupa ruang serbaguna, ruang UKS, ruang perpustakaan, ruang laboratorium dan ruang kecakapan.

Sebanyak 132 gedung sekolah (7,76 persen) lainnya berdasarkan laporan tahun 2009 berada di daerah rawan banjir. Selain melakukan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak, kata Didi, Dinas Pendidikan juga akan melakukan pembangunan gedung SMP, SMK, dan SMA baru di kelurahan dan kecamatan yang belum memilikinya. "Kita juga akan membangun ruang kelas baru dalam rangka meningkatkan daya tampung di sekolah perbatasan dan daerah padat penduduk," ucapnya. (Ant/OL-06)

sumber : Media Indonesia - Anto

Paku Alam Luncurkan 1.000 Software Manajemen Sekolah

YOGYAKARTA--MI: Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Paku Alam IX meluncurkan kegiatan 'Gebyar 1000 Software Manajemen Sekolah' yang berlangsung di Gedung Wiyotoprojo, Kepatihan, Yogyakarta, Sabtu (6/12).

Dalam kesempatan tersebut Wagub DIY Paku Alam IX mengatakan, Yogyakarta dikenal sebagai kota tujuan pendidikan di Indonesia. Agar predikat tersebut tidak hanya menjadi slogan maka harus ada upaya untuk selalu memunculkan pemikiran yang cemerlang, dinamis, dan original.

Salah satunya adalah dengan mengimplementasikan teknologi informasi bagi pengelolaan sekolah secara profesional dan modern. Untuk mewujudkan itu, perlu pendidikan yang berkualitas selain memperhatikan aspek kurikulum, tenaga pengajar, lingkungan, yang tidak kalah pentingnya adalah sarana dan prasarana sekolah itu sendiri.

"Karena dengan sarana dan prasarana yang memadai maka akan dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki, dan dapat dijalin jaringan seluas-luasnya," katanya.

Menurut dia, zaman ini telah memberikan banyak kemajuan teknologi yang memungkinkan untuk memperoleh fasilitas yang serbacanggih. Teknologi informasi dan telekomunikasi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia modern.

Masyarakat dunia umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya kini tak bisa lagi hidup tanpa teknologi, sehingga penyelenggaraan prasarana teknologi juga mempunyai arti strategis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia baik melalui sektor pendidikan formal maupun nonformal.

"Saya menyambut baik kegiatan ini dan diharapkan bisa menjadi momentum kemajuan kemajuan bagi perkembangan teknologi di sekolah-sekolah di DIY," katanya.

Ketua Panitia Launching Gebyar 1000 Software Faid Firdian menjelaskan bahwa kegiatan digelar pula di tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan DIY. Kegiatan ini berhasil melibatkan 1.512 Sekolah di tiga provinsi tersebut mulai tingkat SD/Madrasah Ibtidaiyah(MI) , SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK .

Selain membagikan software manajemen sekolah, dalam kegiatan itu juga diberikan pelatihan dalam bentuk workshop. Pelatihan ini akan digunakan oleh sekolah untuk memahami apa dan bagaimana sebaiknya memulai implementasi teknologi informasi bagi pengelolaan sekolah secara profesional dan modern, katanya.

sumber : Media Indonesia - anto

Doko Ciptakan Metode Pembelajaran IPS Menyenangkan

Senin, 7 Juli 2008 | 17:59 WIB

JAKARTA, SENIN - Metode pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dikenal membosankan. Belum lagi, satu-satunya yang akhirnya diandalkan adalah menghafal mati konsep dan teorinya. Akibatnya, para siswa kehilangan kesempatan untuk memiliki kemampuan kritis dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial.

Doko Harwanto, guru mata pelajaran Ekonomi dari SMPN 2 Wanadadi menggagas teknik pemodelan kinestetik dalam penelitian yang dipresentasikan pada hari kedua Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) di Depok, Senin (7/7). Lomba ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai tanggal 6-8 Juli 2008.

Teknik kinestetik dapat menekankan pada tindakan fisik dan emosional siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Pada intinya, teknik ini berpusat pada mendukung siswa belajar dengan perasaan senang dan tanpa merasa tertekan sehingga potensi otak untuk berpikir secara logis dan rasional lebih besar.

"Kalau belajar IPS, apalagi ekonomi, anak-anak seringnya mengantuk dan seringnya menghapal saja, dengan metode gerak atau menyusun balok, tentu saja dapat membantu mereka untuk belajar dengan baik," ujar Doko seusai mempresentasikan makalah penelitiannya dalam babak final Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Depok, Senin (7/7).

Aktivitas belajar yang dikembangkan dalam mata pelajaran ini adalah kata dan kotak berkait, rekonstruksi peta konsep, puzzle jigsaw dan rancang bangun konsep. Puzzle jigsaw mengajak siswa untuk merangkai kembali potongan-potongan kertas menjadi kesatuan yang utuh. Puzzle ini berisi tulisan atau gambar tentang konsep-konsep sesuai dengan materi yang dipelajari, sedangkan metode kotak bangun konsep mengajak siswa untuk menyusun kotak-kotak konsep atau subkonsep secara bertingkat sehingga membentuk konstruksi tertentu.

sumber : kompas - lina

Portal Pembelajaran Online untuk Sekolah

AKARTA, KOMPAS.com- Portal pembelajaran online yang terlindungi dan bisa dipakai sebagai alat pembelajaran bagi guru dan siswa di sekolah maupun lintas negara disediakan secara gratis oleh Oracle Education Fopundation. Sekolah bisa bergabung dengan platform ThinkQuest milik Oracle Foundation Education yang menyediakan program teknologi pembelajaran yang sudah dipakai dari TK -SMA di seluruh dunia secara gratis.

Sebagai langkah untuk mempercepat penggunaan ThinkQuest, Oracle Education Foundation menandatangani nota kesepahaman dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Selasa (31/3). Kesepakatan ini meliputi pelatihan guru untuk bisa mengimplementasikan pembelajaran dengan memanfaatkan ThinkQuest.

Taufik Yudi Mulyanto, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bisa membantu untuk terciptanya proses belajar mandiri oleh siswa. DKI Jakarta sendiri bertekad untuk bisa meningaktkan mutu pendidikan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Taufik mengatakan, di semua SMA/SMK negeri di Jakarta sudah tersambung jaringan internet. Di swasta, sekitar 70 persen sudah menggunakan fasilitas internet. Di akhir tahun ini, semua SMP dan SMA/SMK sudah terhubung ke jaringan internet.

Adi J Rusli, Managing Director Oracle Indonesia, menjelaskan pelajar Indonesia sejak tahun 2006 sudah menggunakan ThinkQuest untuk meningkatkan pembelajaran di dalam kelas. "ThinkQuest menganjurkan kerjasama tim, kolaborasi, dan mengerti kebudayaan pelajar lain. Kemampaun tiu snagat dibutuhkan pada ekonomi berbasis pengetahuan di masa sekarang ini," kata Adi.

Di Indonesia, sampai saat ini sudah 690 sekolah yang bergabung dengan anggota 13.375 siswa dan guru. Untuk pendaftaran bisa mengakses di www.thinkquest.org atau www.oraclefoundation.com

sumber : kompas

Kursus Profesi Bagi Si Putus Sekolah

Mau ikut kursus profesi? Siap-siap. Depdiknas telah menyediakan anggaran mencapai Rp 186 miliar di tahun 2008 untuk program Kursus Para Profesi (KPP) yang ada di Ditjen PNFI, Depdiknas. Program ini merupakan komitmen Depdiknas untuk terlibat aktif dalam pengurangan angka pengangguran.

Dana akan diberikan dalam bentuk beasiswa atau pelatihan khusus oleh lembaga kursus bersertifikasi. Bantuan disalurkan kepada lembaga penyelenggara.

Lembaga penerima tak hanya memberi bekal pengetahuan kepada peserta didik, tapi juga diminta mencarikan pekerjaan. ''Setelah diberikan dana tambahan, lembaga tersebut harus mampu menyalurkan seluruh peserta kursus ke dunia kerja,'' tutur Direktur Jenderal Pendidikan Formal dan Informal (PNFI), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas),Ace Suryadi.

Setiap lembaga, kata Ace, berhak medapatkan dana untuk kursus profesi. KPP berorientasi pada spektrum kursus kewirausahaan desa, perkotaan, nasional, dan internasional. Untuk wirausaha perdesaan, beasiswa diberikan untuk kursus soal perikanan, perkebunan, kain tradisional, cenderamata, dan lainnya. Sedangkan untuk wirausaha perkotaan, beasiswa diberikan untuk kursus seperti keperawatan, spa therapist, dan kursus yang didasarkan pada permintaan pekerjaan luar negeri.

Besarnya bantuan tergantung jenis dan lama kursus. Ia mencontohkan, untuk kursus keperawatan, jumlah beasiswa mencapai Rp 4 juta per siswa. Akan ada 160 ribu peserta didik yang akan mendapat beasiswa kursus profesi ini.

Sertifikasi
Ace mengatakan, saat ini sebanyak 35 ribu tenaga lulusan kursus akan selesai disertifikasi oleh Depdiknas. Pemberian sertifikasi ini telah diatur dalam UU No .20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 13 tahun 2003 tentang Sertifikasi Tenaga Kerja.

Depdiknas, kata Ace, mengembangkan program KPP dengan pendekatan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH). Pendekatan ini digunakan sebagai pembelajaran masyarakat agar memiliki kemampuan dan keterampilan untuk memasuki dunia kerja atau usaha mandiri.

Pengembangan KPP, menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, didukung dengan kebijakan, program, dan pendanaan. ''Pemerintah menyediakan berbagai kursus dan pelatihan yang berorientasi pada kebutuhan (demand driver) di dalam dan luar negeri untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas,'' tuturnya dalam acara penyerahan Indonesian Spa Therapist Certification kepada 150 spa therapist di Jakarta, akhir Februari 2008.

Sertifikasi profesi ini, menurut Bambang, sangat penting sebagai jaminan pengakuan atas mutu profesi setiap lulusan kursus. ''Kami bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan Badan Akreditasi Pendidikan Nonformal (BAPNF) untuk mengeluarkan sertifikasi profesi tersebut,'' katanya.

Direktur Lembaga Kursus, Triyadi, menjelaskan program KPP memusatkan perhatian kepada pemuda lulus SMP yang tidak melanjutkan pendidikannya dan putus sekolah SMA/SMK. Pelaksanaannya bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Koperasi dan Usaha Kecil, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), dan lembaga kursus lainnya.

sumber : republika

Dikembangkan, Pembelajaran Matematika Horizontal

Sabtu, 28 Maret 2009 | 02:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.COM--Konsep pembelajaran Matematika horizontal dikembangkan Stephanus Ivan Goenawan, pengajar di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Metode horizontal ini merupakan metode perhitungan di mana proses penyelesaian dilakukan secara mendatar (horizontal) dari arah kanan menuju ke kiri. Bilangan desimal biasa dikonversi dengan notasi pagar (I).

Upaya untuk mengenalkan konsep pembelajaran Matematika dengan cara tidak konvensional (selama pembelajaran Matematika menggunakan metode vertikal) dilakukan dengan menggelar olimpiade kreativitas angka yang diikuti siswa SD hingga perguruan tinggi.

Menurut Ivan, cara ini untuk mengembangkan kreativitas seseorang karena potensi kreativitas dapat diasah melalui angka dengan cara mengenali keteraturan polanya. ”Bila daya kreativitas angka meningkat, daya ini dapat berimbas ke jenis kreativitas lain, seperti pada pelajaran sekolah, seni, strategi bisnis, dan ilmu pengetahuan lainnya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (26/3).

Menurut Ivan, belajar Matematika bukan sekadar mengajarkan anak tahu berhitung dan mengasah logika. ”Namun Matematika juga bisa dimanfaatkan untuk mengasah kreativitas otak anak,” katanya.

Pengembangan metode belajar Matematika sehingga menarik bagi anak-anak sebelumnya juga dilakukan Septi Peni Wulandani dengan metode jaritmatika. Penghitungan dilakukan dengan memanfaatkan tangan kanan yang diibaratkan tangan satuan dan tangan kiri sebagai tangan puluhan.

Perlu kreativitas guru

S Hamid Hasan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia, mengatakan, untuk menciptakan pembelajaran Matematika yang selama ini dianggap masih momok buat siswa sehingga menjadi menyenangkan perlu kreativitas guru. Guru bisa saja memanfaatkan metode pembelajaran Matematika yang berkembang di luar kelas jika memang bisa membantu terciptanya belajar Matematika yang menyenangkan.

”Apalagi jika metode belajar Matematika yang inovatif itu hasil pemikiran anak bangsa. Kenapa tidak diperkenalkan sebagai salah satu metode belajar. Yang penting, anak-anak paham konsep belajar Matematika dan bisa menggunakannya untuk kehidupan,” kata Hamid.

sumber : kompas cetak

Konstruktivisme dan Sekolah Kejuruan

Tingginya angka pengangguran yang mencapai sekitar 42 juta jiwa serta rendahnya angka siswa melanjutkan ke perguruan tinggi membuat dunia pendidikan di Indonesia harus mengoreksi landasan operasional persekolahan mereka. Salah satu isu penting saat ini adalah mengembalikan fungsi dan peran sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai salah satu solusi menyiapkan lulusan yang memiliki keterampilan dan dapat diserap bursa kerja. Meskipun kebijakan ini dianggap belum sepenuhnya dapat menjamin keberhasilan tujuan penyelenggaraannya, paling tidak SMK akan sedikit memberi harapan kepada warga bangsa, sekaligus pemerintah, tentang solusi alternatif dari tingginya angka pengangguran. Karena itu, Depdiknas harus mampu mengembangkan bukan hanya aspek teknis penyiapan SMK seperti assessment dan appraisal program agar bersinergi dengan dunia industri, melainkan juga akan menghadapi tantangan teknis lainnya, yaitu penyiapan tenaga pengajar yang profesional dan mengerti tujuan pendidikan kejuruan dan keterampilan di sekolah.

Tulisan ini ingin memetakan persoalan teknis kedua hal di atas dengan mengajak para pengelola sekaligus guru sekolah kejuruan untuk memahami kerangka pembelajaran yang harus dilakukan untuk kebutuhan life-skills. Karena itu, guru perlu pengenalan makna dan teori belajar secara lebih baik dalam rangka membimbing dan membina siswa agar lebih mandiri dan memiliki keinginan untuk merekonstruksi dunia belajar ke dalam dunia kerja. Hal ini penting untuk diketahui para pengelola sekolah kejuruan, karena hingga saat ini pandangan ahli pendidikan tentang sekolah kejuruan masih mendua. Menurut Parnell (1966), sebagian ahli pendidikan mengatakan bahwa "Learning to know is most important; application can come later."



Konstruktivisme sekolah kejuruan



Sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan, konstruktivisme menegasikan bahwa pengetahuan kita sesungguhnya merupakan hasil konstruksi atau bentukan kita sendiri (Von Glaserfeld dalam Battencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Artinya teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya pengemudi sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah siklus belajar-mengajar (Billett 1996). Secara operasional memang tidaklah sederhana memahami teori ini. Tetapi jika para guru mampu memahami ide bahwa pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa (Mind as inner individual representation of outer reality), maka baik guru maupun siswa dapat secara bersama-sama mengonstruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap bangunan proses belajar-mengajar memiliki skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang lebih kaya sekaligus berbeda.

Fitur kunci yang lain dari konstruksi pengetahuan adalah konteks fungsional, sosial, dan kegunaan. Ketika seluruh konteks dapat disatukan dalam sebuah skema pembelajaran secara efektif, maka pengetahuan dapat digunakan secara maksimal (Johnson dan Thomas 1994). Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus membangun arti baru (Billett 1996). Untuk itu, seorang guru dalam pendekatan konstruktivis harus berfungsi sebagai fasilitator aktif, terutama dalam memandu siswa untuk mempertanyakan asumsi diam-diam mereka, serta melatih siswa dalam merekonstruksi makna baru dari sebuah pengetahuan. Berbeda dengan behavioralist, seorang guru konstruktivis lebih tertarik untuk membongkar sebuah makna daripada menentukan suatu materi. Dengan demikian, peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa, memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, serta memonitor dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Seluruh proses ini merupakan pendekatan paling baik dalam mekanisme pengembangan kurikulum sekolah kejuruan.

Beberapa penelitian tentang bagaimana siswa belajar dalam sebuah lingkungan dan tempat kerja menunjukkan bahwa proses magang-kognitif dari pendekatan konstruktivisme untuk sekolah kejuruan sangatlah penting. Penelitian dari para praktisi ragam profesi (Buckmaster & LeGrand, 1992) mengungkapkan bahwa praktik kerja dalam sebuah pendidikan kejuruan pada awalnya memang menempuh risiko tinggi. Tetapi jika guru bertindak benar, baik sebagai fasilitator maupun pemandu, guru dapat membantu para siswa dalam belajar merekonstruksi pikiran mereka melalui sebuah prakondisi secara bersama-sama. Meskipun konstruksi dari sebuah pemahaman adalah unik bagi setiap individu, hal tersebut akan mudah dibentuk oleh kultur dan lingkungan tempat bekerja sekaligus belajar dalam sebuah sekolah kejuruan. Yang harus selalu diingat oleh para guru di sekolah kejuruan adalah menghargai siswa dengan instruksi langsung kepada sumber informasi. Kualitas instruksi seorang guru/fasilitator sangat penting, terutama dalam membantu siswa untuk memahami mengapa sesuatu harus dilakukan dan bagaimana mencapai derajat atau level tertentu dari penguasaan sebuah pengetahuan dan keterampilan.

Aktivitas adalah salah satu faktor kunci dalam konstruksi pengetahuan, dan keikutsertaan siswa dalam seluruh aktivitas dan interaksi pembelajaran setiap hari merupakan kekuatan untuk mengakses informasi dan keterampilan yang lebih tinggi. Bertambahnya pengalaman secara rutin dan langsung dalam melakukan suatu pekerjaan akan memberikan siswa kemampuan untuk memecahkan masalah secara reflektif dan berkesinambungan. Karena itu diperlukan sinergi yang jelas antara sekolah kejuruan dan industri terkait dalam rangka memberikan manfaat langsung kepada siswa untuk melakukan proses magang. Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa penguatan keterampilan siswa melalui sebuah praktik magang adalah dalam rangka menumbuhkan kepuasan batin agar perasaan siswa terstimulasi secara positif. Dalam pandangan Billett (1996), tempat magang sebagai bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah kejuruan memiliki sejumlah kekuatan sebagai lingkungan belajar yang: (1) asli (authentic), tujuan dari setiap aktivitas diarahkan; (2) juga berfungsi sebagai panduan (guideline) untuk mengakses sumber belajar secara langsung; (3) keterikatan siswa satu sama lain untuk memecahkan masalah setiap hari; dan (4) penguatan intrinsik.

Hasil riset lainnya juga menunjukkan bahwa fokus dalam proses belajar-mengajar harus tertuju pada aktivitas individual siswa dalam merekonstruksi pengetahuan (Stevenson 1994, p 29). Dengan demikian peran penting sekolah kejuruan adalah memfasilitasi konstruksi pengetahuan yang dilakukan para siswa melalui sederetan pengalaman lapangan (magang), kontekstual dengan kondisi dan lingkungan sosial yang berkembang (Lynch 1997, p 27). Karena titik fokus dari sekolah kejuruan adalah upaya peningkatan keterampilan siswa, sekolah kejuruan harus digagas dan dijadikan sebagai wadah dari sebuah proses belajar, bukan proses mengajar. Artinya, baik siswa maupun guru harus sama-sama belajar membina hubungan yang positif dan setia dalam berbagi kehendak dan tujuan pembelajaran (Stevenson 1994).

Menurut Hyerle (1996), meskipun pendekatan konstruktivisme dalam model cooperative learning dan assessment portofolio telah mulai digunakan dalam proses belajar di sekolah kejuruan, dalam praktiknya masih terbatas pada aspek partisipasi siswa semata. Hyerle mengingatkan agar para guru juga secara kreatif dapat menggunakan alat-alat visual dalam proses pembelajaran seperti brainstorming webs, thinking process maps, concept mapping,

Para guru dan pengelola sekolah kejuruan harus dengan cerdas memahami bahwa tujuan pembelajaran dari pendekatan konstruktivisme adalah untuk mengembangkan self-directed dan pemahaman saling ketergantungan satu sama lain dalam mengakses dan menggunakan pengetahuan sekaligus keterampilan.

Sedangkan para penggagas sekolah kejuruan berpendapat bahwa "Learning to do is most important; knowledge will somehow seep into the process." Memanfaatkan dan memahami teori konstruktivisme sebagai basis proses belajar-mengajar di sekolah kejuruan adalah salah satu usaha untuk memperoleh legitimasi teoretis sekaligus empiris tentang pentingnya sekolah kejuruan. dan juga perangkat multimedia lainnya.

sumber : Media Indonesia - Ahmad Baedowi, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta

Kurikulum Pendidikan Nasional Sulitkan ABK

MALANG -- Kurikulum pendidikan nasional yang diterapkan saat ini sangat menyulitkan anak-anak yang berkebutuhan khusus (ABK), seperti yang terjadi di sekolah-sekolah inklusi.

Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bimbingan Konseling (BK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), M. Salis Yuniardi M.Psi, Jumat, pendidikan inklusi membutuhkan kurikulum yang sensitif dan luwes, yakni proses pendidikan yang menghargai dan berusaha mengembangkan potensi setiap siswanya.

"Kebutuhan sekolah inklusi ini bukan kurikulum yang berfokus bagaimana mengarahkan siswa, agar sesuai harapan standar kurikulum yang berangkat dari sekedar bagaimana mengatasi keterbatasan siswa, tetapi berangkat dari penghargaan, optimisme dan potensi positif anak yang berkebutuhan khusus," katanya.

Tetapi kenyataan yang ada sekarang, katanya, kurikulum pendidikan nasional masih kaku, arogan dan tidak mau mengalah. Bahkan terhadap siswa yang termasuk ABK, dimana siswanyalah yang harus mengalah dan menyesuaikan diri, bukan kurikulum yang menyesuaikan diri dengan potensi siswa.

Dosen Fakultas Psikologi UMM itu menegaskan, kondisi tersebut sangat menyulitkan anak-anak berkebutuhan khusus yang berada di kelas inklusi.

Selain kurikulum yang menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah inklusi, kata Malis, banyak guru yang masih belum memahami program inklusi.

Kalaupun ada yang paham, ketrampilan untuk menjalankannya masih jauh dari harapan. Bahkan ketersediaan guru pendamping khusus juga belum mencukupi.

Salah satu program mendesak yang harus dikuasai guru dalam program sekolah inklusi tersebut, adalah menambah pengetahuan dan ketrampilan deteksi dini gangguan dan potensi pada anak, katanya menjelaskan.

Sementara itu pakar pendidikan inklusi, Dr.Budiyanto mengatakan, pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan, karena keberhasilan pendidikan inklusi tersebut sangat bergantung pada partisipasi aktif orang tua bagi pendidikan anaknya.

"Keterlibatan orang tua di sini bisa dalam penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) dan bantuan belajar di rumah serta mengupayakan tumbuhnya rasa percaya diri anak berkebutuhan khusus ini. Sekecil apapun hal positif yang dilakukan harus dihargai," katanya menegaskan.

sumber : republika - anto

Presiden Harapkan Tsunami Drill Masuk Kurikulum Sekolah

abtu, 27 Desember 2008 | 08:13 WIB

MANADO, SABTU — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap pelaksanaan Tsunami Drill atau latihan massal evakuasi tsunami bisa masuk kurikulum sekolah. Dengan demikian, siswa bisa dididik secara dini cara mengantisipasi ancaman bencana alam itu. Hal tersebut disampaikan juru bicara Presiden, Andy Malarangeng.

"Langkah paling ideal untuk mensosialisasikan pencegahan terhadap tsunami melalui sekolah sehingga anak-anak benar-benar dibekali langkah penanggulangan secara efektif," kata Andy seusai menghadiri rapat terbatas kabinet yang turut diikuti Gubernur Sulut SH Sarundajang dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhamad, Jumat (26/12) di Manado.

Selain usulan untuk masuk kurikulum, Tsunami Drill yang dilakukan di Manado hari ini dan daerah lainnya harus dimatangkan dengan memperhatikan semua jalur-jalur evakuasi penduduk. Pemerintah daerah juga diminta untuk membuat desain tentang jalur evakuasi penduduk secara permanen, serta langkah pertolongan pertama pada kecelakaan.

Sementara itu, Wakil Walikota Manado Abdi Buchari mengatakan, pelaksanaan Tsunami Drill di daerah itu akan dilibatkan sebanyak 5.000 orang sebagai relawan, yang sebagian besar tinggal di pesisir pantai.

"Pemerintah sudah menggerakkan kehadiran masyarakat, PNS, dan semua stakeholder di Manado agar kegiatan tersebut sukses," katanya. Ia sambil berharap daerah lain turut membantu menghadirkan relawan karena target masyarakat pada simulasi itu sebanyak 15.000 orang.

sumber : kompas - antara

MPR: Pancasila Harus Masuk Kurikulum

SURABAYA--MI: Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari unsur DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI menilai Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) harus memasukkan Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional.

"Posisi Pancasila itu cukup tinggi, karena ada di dalam Pembukaan UUD 1945 yang tak dapat diubah, tapi Pancasila tetap harus ada dalam dunia pendidikan," kata anggota MPR/DPD RI, KH Mudjib Imron, di Surabaya, Rabu (28/1).

Ia mengemukakan hal itu setelah berbicara dalam 'Sosialisasi Putusan MPR RI' di hadapan sivitas akademika Universitas Airlangga (Unair) Surabaya bersama rekannya, anggota MPR RI dari unsur FPDIP DPR RI, Hj Tumbu Saraswati SH.

Menurut ulama asal Pasuruan, Jawa Timur itu, Pancasila memang sempat menghilang dari Tap MPR, sehingga masyarakat mempertanyakan keberadaan Pancasila, apalagi orang yang melakukan penataran Pancasila justru banyak yang korupsi. "Hal itu membuat Pancasila tidak banyak dibicarakan lagi, padahal posisi Pancasila di dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 justru lebih tinggi, karena Pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah, sedangkan Tap atau UU akan dapat diubah sewaktu-waktu," katanya.

Namun, kata salah seorang pengurus NU Jatim itu, Pancasila sebagai filosofi atau pedoman perilaku bangsa Indonesia tetap penting untuk diajarkan dalam dunia pendidikan, karena itu Mendiknas harus memasukkan Pancasila dalam kurikulum. "Paling tidak, Pancasila itu harus masuk dalam salah satu materi ajar PPKN, tapi akan lebih bila ada dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi," katanya.

Selain itu, katanya, para guru dan dosen juga dapat memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam pelajaran non-agama. "Guru atau dosen fisika dapat memasukkan nilai-nilai agama atau Pancasila saat mengajar fisika," katanya.

Senada dengan itu, anggota MPR RI dari unsur FPDIP DPR RI Hj Tumbu Saraswati SH mengatakan amandemen UUD 1945 sebenarnya masih mengalami satu kali perubahan, tapi perubahan itu dilakukan dalam empat tahap. "Karena itu, amandemen UUD 1945 hanya melakukan sedikit perubahan dari 16 bab menjadi 20 bab dan dari 32 pasal menjadi 73 pasal. Proses perubahannya mungkin relatif kacau, tapi prosesnya dilakukan dengan sangat demokratis," katanya.

Ia menambahkan hal-hal baru dalam amandemen UUD 1945 antara lain adanya 10 ayat dalam pasal 28 tentang HAM (Hak Asasi Manusia), adanya lima ayat dalam pasal 31 tentang pendidikan, bahkan ayat pertama tentang pengajaran diubah menjadi pendidikan, dan pasal yang memisahkan Polri dari TNI.

"Yang cukup penting adalah pengembangan iptek yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sehingga kita tetap bercita-cita tentang pendidikan yang mengubah perilaku bangsa Indonesia dengan tetap dilandasi agama," katanya.

sumber : Media Indonesia - Anto

Kurikulum Bukan Harga Mati

Oleh Sudaryanto SPdGuru Bahasa Indonesia MAN Yogyakarta III,Anggota MGMP Bahasa Indonesia MA Provinsi DI YogyakartaAnggapan sebagian pihak bahwa implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP di sekolah saat ini malah mengekang otonomi sekolah perlu diluruskan. Sebab, anggapan itu akan membawa dampak serius. Yakni, pihak sekolah dan guru menganggap bahwa kurikulum menjadi satu-satunya faktor peningkat mutu pembelajaran. Padahal, kurikulum tidak bersifat mutlak atau harga mati.Artinya, kurikulum bisa dilaksanakan atau tidak tergantung pada kemampuan guru di kelas. Dengan adanya KTSP, sebetulnya guru bisa memetik banyak manfaat, antara lain, kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan metode pembelajaran kepada siswa secara optimal. Hanya saja, dalam pelaksanaannya kadang-kadang guru menemui hambatan yang tidak sedikit, sehingga KTSP kemudian dianggap tidak mudah dilaksanakan.Sekurangnya ada dua kendala dalam pelaksanaan KTSP di sekolah, yaitu (1) terbatasnya waktu dan (2) kesinambungan antara kurikulum dan evaluasi akhir. Dalam konteks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya, siswa dituntut untuk memiliki kompetensi berbahasa. Di antaranya, kemampuan membaca (reading), menulis (writing), menyimak (listening), dan berbicara (speaking), serta pengetahuan kesusastraan Indonesia.Sebagai guru taruhlah kita ingin menerapkan praktik berbicara di depan umum, seperti...

sumber : republika online

UNJ Siapkan Kurikulum Pemahaman Karakter Bangsa

JAKARTA--MI: Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sedang mempersiapkan kurikulum dengan materi pemahaman karakter kebangsaan yang akan diberikan kepada mahasiswa dalam bentuk materi ajar kuliah.

Pemahaman karakter kebangsaan itu, nantinya akan memperkuat nilai-nilai nasionalisme bangsa Indonesia, yang sudah ada dalam materi kuliah umum atau mata kuliah dasar.

''Penguatan karakter bangsa itu cukup penting, karena kita melihat nilai-nilai nasionalisme mulai luntur di kalangan anak muda,'' ujar Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bedjo Sujanto, usai penandatanganan nota kesepahaman kerjasama dengan Yayasan Jatidiri Bangsa tentang karakter bangsa, di Plaza Aminta, Jakarta, Kamis (17/7).

Lunturnya nilai nasionalisme, kata Bedjo, akan menjadi berbahaya jika dibiarkan oleh kalangan pendidik. ''Untuk itu, kita akan upayakan, nilai-nilai kebangsaaan akan masuk dalam konten kurikulum perguruan tinggi di UNJ, khususnya untuk pembentukan karakter generasi muda,'' kata Bedjo.

Penguatan karakter kebangsaan itu, jelas Bedjo, akan masuk dalam kurikulum secara bertahap, dan akan masuk secara terintegrasi dengan mata kuliah lainnya, seperti Pancasila, PPKN, dan Kewiraan. ''Jadi, tidak berdiri sendiri, dan akan masuk dalam bab materi kuliah yang sudah ada, dan yang ditegaskan adalah nilai nasionalisme dan patriotisme,'' ungkap Bedjo.

Ketua Umum Yayasan Jatidiri Bangsa Soemarno Soedarsono menambahkan, kerjasama yang akan dijalin dengan UNJ, yakni kerjasama saling membantu, dan membangun kembali karakter bangsa dan jatidiri bangsa, dengan mengkultuskan pancasila sebagai pedoman yang dapat dijadikan keteladanan.

''Pasalnya, bangsa ini memiliki jatidiri bangsa yang sangat rentan dan luntur, akibat ulah individu-individu bangsa. Karena itu, kita ingin membangun lulusan UNJ yang berkarakter dan kompeten sesuai dengan bidangnya,'' kata Soemarno.

Selain itu, tambah Soemarno, penanaman karakter bangsa juga tidak cukup hanya melalui pendidikan formal di sekolah, namun juga dalam tatanan masyarakat dan lingkungan keluarga. ''Pasalnya, lingkungan keluarga lah yang memiliki dominan wilayah, menanamkan karakter bangsa seperti Pancasila pada anak,'' ujar Soemarno. (Dik/OL-2)

sumber : Media Indonesia - Sidik Pramono

Dinas Diknas Bengkulu Aktifkan Pengawas Sekolah

BENGKULU--MI: Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Provinsi Bengkulu akan mengaktifkan kembali pengawas sekolah dalam upaya meningkatkan prestasi pendidikan di daerah itu.

"Dulu pengawas sekolah atau sering disebut penilik sekolah itu ada dan sangat aktif, tapi dalam beberapa tahun belakangan ini kurang aktif," kata Kepala Dinas Diknas Provinsi Bengkulu Sumardi di Bengkulu, Jumat (23/1).

Ia mengaku akan mengaktifkan kembali pengawas sekolah tersebut sehingga kualitas pendidikan bisa terus meningkat, apalagi mulai 20 April 2009 dilaksanakan ujian nasional (UN) dan ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN).

"Dengan diaktifkan kembali pengawas sekolah, kita harapkan proses pembelajaran bisa lebih optimal, sehingga pada UN dan UASBN 2009 hasil yang kita capai bisa lebih baik dibandingkan sebelumnya," ujarnya.

Sumardi mengaku optimistis, tingkat kelulusan pada UN 2009 akan lebih baik dibandingka sebelumnya, bahkan bisa mencapai di atas 97 persen, meski standar kelulusannya naik menjadi 5,50 persen.

Menurut dia, jumlah perserta ujian nasional (UN) dan ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN) 2009 di Provinsi Bengkulu sebanyak 84.214 siswa.

Dari total peserta itu sebanyak 33.917 di antaranya merupakan siswa kelas VI SD yang akan mengikuti UASBN, sedangkan yang akan mengikuti UN, terdiri dari siswa kelas III SMP/MTs sebenayak 28.778 orang, SMA/MA 16.242 orang dan SMK 5.255 orang yang," katanya.

Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, peserta UN dan UASBN terbanyak berasal dari Kota Bengkulu 17.848 orang, Kabupaten Bengkulu Utara 14.944 orang, Rejang Lebong 11.659 orang, Bengkulu Selatan 8.354 orang.

Kemudian dari Kabupaten Seluma sebanyak 7.769 orang, Mukomuko 7.541 orang, Kaur 5.545 orang, Kepahiang 5.934 orang dan Lebong sebanyak 4.628 orang.

Kelulusan pada UN 2008, untuk tingkat SMU/sederajat 85 persen dengan rincian untuk SMU/MA jurusan IPA 89 persen, IPS 78 persen dan bahasa 88 persen serta SMK 75 persen. Jumlah ini menurun dibandingkan tingkat kelulusan pada UN SMA/MA 2007 mencapai 93 persen.

Berbagai persiapan telah dilakukan untuk menghadapi UN dan UASBN yang mulai dilaksankan pada 20 April 2009 tersebut, di antaranya meminta pihak sekolah lebih mempersiapkan siswa kelas VI SD dan III SMP, MTS, SMA, MA dan SMK, dengan memberikan tambahan waktu belajar.

"Saya juga sudah minta pada Dinas Diknas kabupaten/kota agar segera menyampaikan kisi-kisi soal pada sekolah sehingga bisa dijadikan bahan latihan oleh para siswa," katanya.

Sumardi juga mengaku telah mengimbau para wali murid untuk mengawasi anak-anaknya yang akan mengikuti UN dan UASBN, dan mengarahkan mereka untuk giat belajar di rumah dan mengurangi intensitas bermain.

sumber : Media Indonesia - Anto

ITB Bakal Berlakukan Sistem Akademis Ketat

Kamis, 24 Januari 2008 | 19:34 WIB

BANDUNG, KAMIS - Institut Teknologi Bandung memberlakukan sistem akademis yang ketat. Ratusan mahasiswa drop out, atau gagal melanjutkan kuliah per tahunnya. Mayoritas disebabkan persoalan akademis. Menurut Wakil Rektor Senior Bidang Akademik ITB Prof. Adang Surahman dalam jumpa pers Ujian Saringan Masuk (USM) Terpadu ITB 2008, rata-rata 2 persen dari total student body (jumlah mahasiswa) ITB per tahun mengalami drop out. ”Hanya 90 persen per angkatannya yang rata-rata bisa menyelesaikan kuliah,” ujarnya.

Jumlah mahasiswa ITB adalah 18.000, termasuk program S2 dan S3. Di ITB setidaknya ada tiga kali evaluasi menentukan mahasiswa masih layak kuliah atau tidak. Misal, pada setahun pertama Tahap Pembelajaran Bersama (TPB), mahasiswa tidak boleh memiliki indeks prestasi kumulatif di bawah 1. Pada dua tahun pertama, tidak boleh ada nilai E atau IPK di bawah 2,0. Aturan ini diberlakukan tegas. ”Mahasiswa mengetahui jelas aturan ini. Kita tidak begitu saja mengeluarkan mahasiswa. Ada langkah yang ditempuh sebelumnya. Peringatan dan teguran disampaikan. Termasuk, bimbingan konseling. Repotnya, ada mahasiswa yang tidak mengerti aturan, menuduh kami semena-mena,” ucapnya.

Selain akademis, diakuinya, faktor pemicu DO lainnya adalah aspek ekonomi dan sepertiga lagi attitude (sikap). ”Yang jadi persoalan adalah kalau mahasiswa itu sebenarnya tidak mampu, tetapi malu mengakui. Kita jadi kerepotan menolongnya. Padahal, banyak program beasiswa,” ujar Adang kemudian.

Berdasarkan data Keluarga Mahasiswa ITB, per 2007 ada 174 mahasiswa yang drop out. ”Rata-rata bermasalah dengan bidang akademis. Sisanya, kasuistik. Misalnya, psikologis. Kuliah di kampus ini kan sangat ketat,” ujar salah satu pengurusnya Hengki Eko Putra.

Adang membantah, tingginya angka drop out ini dipicu dari buruknya kualitas calon mahasiswa dari jalur penerimaan mandiri (USM ITB). ”Pada tahun pertama USM, 3 persen mahasiswa jalur ini drop out. Tetapi, makin ke sini (tahun berikutnya), jumlah DO makin sedikit. Sebaliknya, dari jalur SPMB malah tetap 2 persen,” ucapnya.

Untuk menjaga raw input (kualitas) calon mahasiswa melalui jalur USM, ITB memberlakukan sistem passing grade. ”Jadi, tidak serta merta hanya yang punya uang. Mereka harus memenuhi syarat nilai minimal pula untuk lolos. Maka, ITB tidak mematok kuota berapa mahasiswa yang diterima lewat jalur USM,” ucap Ketua Lembaga TPB ITB Mindriany Syofia.

Bukan pilihan tepat
Berdasarkan hasil penelitian Sudayat N. Akhmad dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, memburuknya prestasi akademik mahasiswa bisa dipicu faktor prokrastinasi dengan gejalanya, antara lain perfeksionis, cemas terhadap penilaian, takut akan tugas, ketergantungan bantuan, dan malas. Jadi, bukan semata faktor kognitif.

Dalam kondisi ini, tindakan mengeluarkan mahasiswa (drop out) dianggap kurang bijaksana. Hanya sebuah jalan pintas. Selain langkah proaktif mahasiswa, upaya mengatasi dampak fatal prokrastinasi ini yaitu dengan memaksimalkan fungsi dosen pembibing akademik. ”Kegiatan bimbingan studi hendaknya tidak hanya membahas masalah administrasi, tetapi juga merespon masalah pribadi sosial. Ini dinamakan intervensi konseling dalam pendekatan kognitif-perilaku,” papar Sudayat.

Di ITB, sebagai wujud solidaritas, KM-ITB mengadakan bimbingan konseling terhadap rekan mereka yang terancam DO. Pendekatannya lebih mengarah kepada aspek kekeluargaan dan sosiologis.

sumber : kompas - jon

Mendiknas Temukan Pelanggaran pada Pelaksanaan UN SMP

JAKARTA--MI: Mendiknas Bambang Sudibyo menemukan pelanggaran pada pelaksanaan ujian nasional (UN) hari pertama untuk tingkat SMP yang dilakukan seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dari sebuah SMP Islam karena dirinya bertindak sebagai pengawas UN untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.

"Ibu guru (mata pelajaran-red) apa," tanya Mendiknas yang tiba-tiba menyapa Sri Suharyati, guru bahasa Indonesia itu dalam inspeksi mendadak ke sejumlah SMP antara lain SMP Islam Yayasan Maarif dan SMP Negeri 278 Rawa Bokor Jakarta Barat, Senin (5/5).

Ibu guru tersebut kemudian menjawab bahwa dirinya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan secara psontan Mendiknas langsung menyatakan bahwa hal tersebut adalah pelanggaran. "Ini pelanggaran. Tolong catat ya wartawan. Ibu sedang apa disini, ibu tahu kalau sekarang ini sedang ujian Bahasa Indonesia," tegasnya.

Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, tata cara pelaksanaan pengawasan UN sudah ada standarnya dan sudah berlaku beberapa tahun lalu bahwa guru yang menjadi pengawas tidak dibenarkan berasal dari guru mata pelajaran yang sedang diujikan.

"Coba mana kepala Subdin, tolong catat ini pelanggaran. Laporkan kepada walikota dan gubernur ya, ini pelanggaran," tambah Bambang Sudibyo.

Namun demikian, Sri Suharyati pun berkilah kalau dirinya tidak mengawas, tetapi keberadaannya disitu karena menjadi panitia dan itu dibenarkan oleh rekannya M. Arsim dan Ketua Yayasan Pendidikan Maarif tersebut.

"Saya tidak mengawas, tetapi jadi panitia. Kecuali pengawas mungkin pelanggaran ," kata Sri.

Mendiknas selanjutnya meminta guru dan Ketua Yayasan Pendidikan Maarif untuk memulangkan ibu guru Sri. Sebab, itu sudah pelanggaran dan telah mencemarkan nama sekolah, lembaga dan mencederai pelaksanaan ujian nasional.

Selain menegur M. Arsim yang menjadi ketua pelaksana UN di sekolah tersebut, Mendiknas juga menegur tim pengawas independen (TPI) yakni mahasiswa mahasiswa Universitas Tarumanegara. Ironisnya, mahasiswa PTS di

Jakarta Barat tersebut pun tidak tahu peraturan tersebut.

"UN ini ujian kejujuran, latihan kejujuran. Jadi, kalau pun ibu tadi tidak mengawas, tapi sudah menunjukkan ketidakjujurannya. Sudah tahu ujian Bahasa Indonesia, dia kan guru Bahasa Indonesia, maka itu pelanggaran berat pada pelaksanaan UN. Jadi, pelanggaran ini perlu diproses, biarkan nanti kita serahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan, katanya.

Ia mengatakan, pemerintah tidak segan-segan akan mempidanakan oknum-oknum yang membocorkan soal ujian nasional (UN) maupun yang memberikan laporan palsu tentang adanya kebocoran soal UN.

Karena itu, peserta UN diimbau untuk tidak terpengaruh dengan naskah ujian maupun lembar jawaban yang beredar sebelum atau menjelang

pelaksanaan UN. "Saya serius untuk menindaklanjuti laporan-laporan kebocoran soal UN. Siapa yang membocorkan soal UN, saya pidanakan karena itu merupakan perbuatan pidana. Kalau ada yang memberikan laporan bohong tentang adanya soal UN yang bocor," tegasnya.

UN utama SMP/MTs/SMPLB diikuti sebanyak 3.567.472 siswa yang dimulai tanggal 5 Mei hingga 8 Mei 2008 dan UN susulan pada 12, 13, 14, dan 15 Mei 2008.

sumber : media indonesia - Ismar Patrizky

Distribusi Soal UN Dikawal Polisi dan TNI

Wednesday, 15 April 2009 BANDUNG (SI) – Selain dikawal aparat kepolisian, pendistribusian soal-soal ujian nasional (UN) 2009 tingkat SMA/SMK/MA di Kota Bandung juga akan diawasi ketat personel TNI Angkatan Darat.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung Oji Mahroji mengatakan, ketatnya pengawalan, penjagaan, dan pengawasan ini bertujuan menghindari potensi kebocoran soal yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

”Panitia UN Jabar telah bekerja sama dengan TNI dan Polri. Aparat gabungan mengawal dari titik awal pengiriman hingga titik bongkar bahkan sampai ke subrayon dan sekolah,” kata Oji kepada Seputar Indonesiakemarin.

Di Kota Bandung,titik bongkar untuk soal SMA dipusatkan di SMAN 8 Bandung,Jalan Solontongan. Sementara untuk soal SMK dipusatkan di SMK 7, Jalan Soekarno- Hatta. Dari titik bongkar, soal akan didistribusikan ke enam subrayon, kemudian ke sekolahsekolah.

Menurut Oji, TNI dan polisi tetap akan menjaga keamanan soal-soal sepanjang malam hingga waktu pelaksanaan ujian pada 20–24 April 2009.Paket soal dari tingkat provinsi diperkirakan tiba di tingkat Kota Bandung pada H-1 karena jaraknya relatif dekat dari lokasi percetakan dan Kantor Disdik Jawa Barat.

Berdasarkan data Disdik, peserta UN tahun ajaran 2008/ 2009 di Kota Bandung sebanyak 21.078 siswa untuk SMA dan 11.440 siswa untuk SMK. Standar nilai kelulusan UN meningkat dari 5,25 menjadi 5,50. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Karawang Yan Zuarsyah mengaku tidak berani memasang target tingkat kelulusan UN tahun ini.

”Kalau harapan, tentu kami ingin semua siswa lulus. Tapi kalau bicara target, harus melewati beberapa kali tryout dulu agar kemampuan siswa bisa terukur,”katanya. Menurut dia, tryout yang dilakukan di sekolah-sekolah belum bisa dijadikan acuan standar pencapaian kelulusan.

Pasalnya, setiap sekolah rata-rata hanya melaksanakan satu kali tryout. Padahal, harus ada evaluasi dan pemantapan kemudian tryoutulang. ”Memang kendalanya anggaran. Biaya tryout itu besar,”ujar Yan. Angka kelulusan UN SMA di Karawang pada 2008 lalu mencapai 99%. Dari 12.921 peserta, 118 tidak lulus.Setelah mengikuti ujian paket C gratis, akhirnya semua siswa dinyatakan lulus.

Sementara, UN 2009 diikuti 14.844 peserta, terdiri atas 7.246 siswa SMA,686 siswa MA, dan 6.912 siswa SMK.Peserta UN yang sakit sehingga tak bisa hadir harus memberi surat keterangan resmi dari puskesmas atau rumah sakit karena tidak ada ujian ulang.

Di Kabupaten Garut, Kepala Dinas Pendidikan setempat, Komar M, mengatakan, pihaknya telah menggelar dua kali tryoutbagi setiap calon peserta UN, dilanjutkan pengayaan melalui bimbingan belajar.

sumber :sindo - rudini/raden bagja mulyana/ant

Ujian Nasional dan Tiket Masuk ke PTN

Kamis, 15 Januari 2009 00:01 WIB
DUNIA pendidikan lagi-lagi memunculkan persoalan baru. Meski belum bisa dilaksanakan pada tahun ini, ada keinginan menjadikan hasil ujian nasional sebagai salah satu dasar seleksi ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Gagasan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Nasional. Pasal 68 PP itu menyebutkan nilai kelulusan ujian nasional sekolah menengah atas (SMA) dan madrasah aliah (MA) bisa menjadi salah satu dasar masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN).

Dengan demikian, PTN tidak lagi menyodorkan soal-soal yang sudah diujikan dalam ujian nasional. PTN hanya melakukan seleksi berupa tes bakat skolastik, intelegensi, bakat, minat, dan kesehatan sesuai dengan kriteria pada satuan pendidikan.

Bagi satuan pendidikan diberi waktu transisi selama tujuh tahun untuk bisa melaksanakan ketentuan seperti diatur dalam PP Nomor 19/2009 itu.

Yang pasti, akibatnya, beban materi dan psikis siswa terus bertambah. Untuk ujian nasional yang digelar pada medio April-Mei mendatang saja, para siswa harus belajar ekstra keras. Sebab, standar kelulusan dinaikkan lagi dari 5,25 menjadi 5,50. Dana yang dikucurkan pun tidak tanggung-tanggung mencapai Rp572 miliar.

Dana sebesar itu merupakan bagian dari pagu anggaran untuk sektor pendidikan yang mencapai Rp244 triliun pada tahun ini seperti diamanatkan konstitusi, yakni 20% dari APBN 2009.

Yang menjadi persoalan, apakah sebelum melaksanakan ujian nasional pemerintah sudah meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, dan akses informasi yang lengkap di seluruh Tanah Air?

Sejatinya, dengan alokasi anggaran sangat besar dalam APBN 2009, persoalan-persoalan mendasar di dunia pendidikan seperti itu sudah mulai diperbaiki dan dibenahi. Perbaikan bangunan sekolah di seluruh Indonesia haruslah menjadi prioritas utama. Sebab, bukan hal baru banyak bangunan sekolah, terutama di daerah terpencil dan daerah bencana, yang sangat tidak layak pakai sebagai wadah proses belajar-mengajar.

Karena itu, negara harus punya kemauan dan kemampuan untuk membangun dunia pendidikan yang sejajar dan setara di seluruh daerah agar ketimpangan-ketimpangan yang menganga lebar bisa diperkecil. Langkah itu penting dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi ketertinggalan satu daerah dari daerah lain. Bahkan mestinya dengan standar yang lebih tinggi lagi sehingga bangsa ini mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Dalam konteks itulah, negara semestinya memiliki program dan kebijakan di sektor pendidikan yang jelas, terarah, dan berkesinambungan. Perlu pula dibangun akuntabilitas, transparansi, dan pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara untuk sektor pendidikan agar perintah konstitusi anggaran pendidikan 20% dari APBN benar-benar tepat sasaran.

Perlu diingatkan bahwa gagasan menjadikan ujian nasional sebagai syarat masuk perguruan tinggi jangan sekadar arena uji coba. Bukan masanya lagi para siswa menjadi kelinci percobaan sebuah kebijakan. Itu kalau bangsa ini tidak mau semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lain.

sumber : media indonesia

Makin Serius Makin Peduli Lingkungan

Jumat, 11 April 2008 | 09:26 WIB

Begitu nama tim mereka disebut sebagai Juara I Toyota Eco Youth 3, lima cewek dari SMA Semen Gresik, Gresik, Jawa Timur, langsung berteriak sejadinya. Mereka berhak mendapat hadiah Rp 75 juta... huhuhu mengharukan, menggiurkan, juga bikin iri....

Kelima cewek itu adalah Novi Fatmasari (kelas XI IPA1), Rosa Oktaria (kelas XI IPA1), Rama Ayunastiti (kelas XI IPA5), Astri Ika (kelas XI IPA5), Yudhita (kelas XI IPA4), dan Nurminati (kelas XI IPA4).

”Wow... senang sekali... tak menyangka bisa menang,” kata Novi.

Juara kedua diraih SMAN 8 Pekanbaru yang berhak atas hadiah Rp 45 juta. Juara ketiga diraih SMKN 2 Palembang dengan hadiah Rp 20 juta. Pemenang Harapan I yang hadiahnya Rp 10 juta disabet SMKN 3 Madiun, pemenang Harapan II dengan Rp 7,5 juta diraih SMAN 6 Banjarmasin.

Hadiah itu diberikan untuk membantu pengadaan berbagai peralatan atau fasilitas yang menunjang kegiatan siswa di sekolah.

Puncak acara pengumuman pemenang itu digelar di Taman Menteng, Jakarta Pusat, akhir Maret lalu.

Di lokasi itu juga digelar pameran berbagai karya abu-abuers dari penjuru Tanah Air yang mengikuti kompetisi Toyota Eco Youth. Pengumuman ini mengakhiri masa penantian selama tujuh bulan, setelah kontes pengolahan limbah sekolah dalam program Toyota Eco Youth digelar.

SMA Semen Gresik membawakan tema ”SMA Semen Gresik Menuju Zero Waste”. Program ini berhasil menyisihkan 29 sekolah lain yang masuk 30 besar. Total pesaing sebenarnya mencapai 300 SMA yang berasal dari 13 kota besar di Indonesia. Penjuriannya dilakukan Yayasan Kirai Indonesia.

Menurut keterangan juri, kemenangan SMA Semen Gresik diraih berkat kemampuan mereka memenuhi kriteria utama penjurian program Toyota Eco Youth 3. Poin kemenangan mereka terletak pada kemampuan mengimplementasikan proyek pengolahan limbah yang baik, dan disosialisasikan kepada semua pihak termasuk masyarakat sekitar sekolah.

Novi Fatmasari dari SMA Semen Gresik mengatakan, banyak program dibuat di sekolahnya. Salah satu di antara yang menjadi andalan adalah replantasi lahan kritis di bekas penambangan semen.

”Kami juga membuat briket dari ranting, buat kompos, biopori, pupuk organik, pupuk cair, pestisida organik, kertas daur ulang, dan masih banyak lagi,” katanya.

Semua kegiatan itu dilakukan lembaga kesiswaan resmi yang berminat pada lingkungan hidup, dan diberi nama Orales. Lembaga Orales dibantu kelompok-kelompok ekstrakurikuler lainnya sehingga terjadi kolaborasi antarlembaga di sekolah itu.

Kepala Sekolah SMA Semen Gresik Setiyo Budi mengawal anak-anak asuhnya hingga Jakarta. Kata Setiyo, pihaknya mengizinkan siswa untuk membuat lembaga kesiswaan yang berbeda. Di SMA Semen Gresik, selain ada lembaga kesiswaan bidang lingkungan hidup yang bernama Orales, juga ada klub jurnalistik, Sakabahari, klub IT, dan pencinta alam. Kesemua lembaga itu kegiatannya saling mendukung.

Makin serius

Apa yang dilakukan para peserta Toyota Eco Youth 3 terlihat semangat untuk makin serius dalam bersikap maupun menghadapi isu lingkungan. Simak kegiatan SMA Semen Gresik di bawah ini yang sudah menjadi kegiatan rutin:


- Adanya larangan pemakaian alat makan dan minum yang sekali pakai, baik untuk siswa maupun kantin.

- Di masing-masing kelas disediakan galon minuman air mineral dan dilarang membawa minuman dalam kemasan plastik.

- Adanya larangan membawa makanan dari luar sekolah yang dikemas dalam bungkus plastik dan botol plastik.

- Mulai menjalankan kegiatan di luar sekolah yang sejalan dengan misi pembelajaran dan penyelamatan lingkungan, di antaranya replantasi lahan kritis di bekas penambangan semen.

- Rutin diadakan lomba kebersihan lingkungan kelas dan kerja bakti.

- Penerapan hukuman pemungutan sampah dan penanaman bibit tanaman bagi siswa yang terlambat masuk sekolah.
- Menyertakan muatan lokal soal lingkungan hidup.

SMAN 8 Pekanbaru sebagai Juara II juga telah memasukkan isu lingkungan hidup sebagai muatan lokal. Kegiatan di sekolah ini melibatkan orangtua dan alumni. SMAN 8 Pekanbaru juga memiliki kegiatan unik, gerakan tanam 1.000 bunga, yang menjadi simbol semua murid berpartisipasi dalam program itu.

Juara III dari SMKN 2 Palembang menitikberatkan pada pengelolaan limbah sekolah menjadi kompos. Sekolah ini mengembangkan empat tempat pembuangan sampah (TPS) yang sudah ada menjadi TPS terpilah sesuai komposisi yang ada. Sampah organik dibuat menjadi kompos, sedangkan sampah non-organik diolah sebagai suvenir.

SMKN 3 Madiun yang meraih Harapan I punya kekhasan program pada pemanfaatan limbah kimia menjadi barang berharga. SMK ini memang sekolah kejuruan kimia, jadi banyak bersentuhan dengan produk kimia yang menghasilkan limbah pula. Sampah kulit buah diubah menjadi sari yang bisa diguna- kan untuk aroma berbagai produk makanan dan minuman. Mereka juga memproduksi pupuk cair dari sisa makanan di kantin.

Juara Harapan II SMAN 6 Banjarmasin juga berkutat pada pengelolaan sampah, di antaranya pemilahan sampah organik dan non-organik. Mereka membuat green house di atas air, atapnya menggunakan bahan dari botol bekas air minum dalam kemasan.

Dari program lingkungan hidup yang dijalankan abu-abuers itu bisa menunjukkan bahwa peran mereka tak boleh dipandang sebelah mata. Sekolah yang didukung kepala sekolah yang melek lingkungan hidup pasti memberi peluang bagi anak didik untuk membentuk kelembagaan lingkungan hidup yang resmi.

sumber : kompas - amir sudikin

Beasiswa Bagi Siswa Miskin SD Diperbanyak

Senin, 15 September 2008 | 19:35 WIB

JAKARTA, SENIN - Pemberian beasiswa bagi siswa miskin di jenjang Sekolah Dasar pada 2009 diperbanyak hingga mencapai 2,2 juta siswa. Peningkatan jumlah penerima beasiswa sekitar tiga kali lipat dari tahun 2008 ini sebagai upaya untuk membuat anak-anak yang rawan putus sekolah karena alasan ekonomi tetap dapat menikmati layanan pendidikan dasar di bangku sekolah.

"Beasiswa ini untuk membantu anak-anak SD dari keluarga miskin supaya tetap bisa bersekolah. Bisa juga siswa yang putus sekolah kembali lagi ke SD," kata Mudjito, Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Departemen Pendidikan Nasional, di Jakarta, Senin (15/9).

Menurut Mudjito, bantuan pemerintah pusat untuk wajib belajar 9 tahun seperti bantuan operasional sekolah (BOS) sebenarnya bisa membuat siswa tidak lagi dipusingkan dengan berbagai pungutan di sekolah. Untuk itu, pemerintah daerah harus mendukung dengan tambahan bantuan operasional dari APBD sehingga sekolah gratis bisa terwujud bagi semua siswa.

Pada 2008, alokasi beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD senilai Rp 360.000/siswa/tahun diberikan kepada 690.000 siswa di seluruh Indonesia. Beasiswa yang dikirimkan lewat pos langsung kepada siswa itu bisa dipakai untuk biaya personal seperti pembelian baju seragam, alat tulis, buku, atau transportasi.

Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen pada 2009, salah satunya dialokasikan untuk peningkatan beasiswa bagi siswa miskin dari masyarakat umum menjadi 1.796.800 siswa dengan nilai Rp 360.000/siswa/tahun. Selain itu, ada bantuan pendidikan anak PNS golongan I dan II serta Tamtama TNI/POLRI untuk 405.338 siswa sebesar Rp 250.000/siswa/tahun.

Dewi Asih Heryani, Kepala Subdirektorat Kesiswaan Direktorat TK dan SD Depdiknas, menjelaskan beasiswa senilai Rp 748 miliar lebih itu dialokasikan ke semua pemerintah provinsi. Pembagian diprioritaskan untuk anak-anak miskin yang rawan putus sekolah.

Saat ini sebanyak 841.000 siswa SD atau 2,90 persen dari total murid SD/MI sekitar 28,1 juta putus sekolah. Pada akhir 2008 ini ditargetkan tidak ada lagi anak usia SD yang tidak menikmati layanan pendidikan dasar.

sumber: kompas