3.09.2009

Delapan Sekolah Ditutup

Rabu, 27 Februari 2008 | 03:45 WIB

jakarta, kompas - Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta menutup delapan bangunan sekolah karena rusak parah, Selasa (26/2). Aktivitas belajar mengajar diminta segera dipindahkan ke sekolah terdekat yang layak pakai.

Kedelapan sekolah tersebut, yaitu SD 21 dan SD 22 Kramatjati Jakarta Timur, SD 05, 06, 07, dan 08 Petamburan, Jakarta Pusat, SMP 220 Jakarta Barat, serta SMP 193 Jakarta Timur.

Kepala Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) DKI Jakarta Sylviana Murni menegaskan, akan segera bertindak untuk mengatasi masalah sekolah rusak. Salah satu upayanya, yaitu pihaknya akan memotong anggaran perjalanan dinas guna dialihkan ke anggaran perbaikan gedung sekolah.

Pada tahun 2008, Pemprov DKI mengalokasikan anggaran Rp 675.250.000.000 untuk merenovasi 437 SD/SMP. Namun, yang disetujui dalam APBD hanya biaya renovasi 22 sekolah dengan rincian 12 SD dan 10 SMP," katanya.

Total dana anggaran tersebut, kata Sylviana, belum termasuk perbaikan berat seperti yang harus dilakukan terhadap 60 sekolah di Jakarta Timur. Biaya untuk perbaikan 60 sekolah itu mencapai Rp 800 juta - Rp 1,5 miliar.

3.000 Siswa Menumpang

Pantauan Kompas, hingga Selasa kemarin, akibat sekolah rusak, sekitar 3000 siswa terpaksa menumpang belajar. Sebagian besar murid yang terpaksa mengungsi tersebut, terdapat di Jakarta Barat, antara lain, SDN 01 Taman Sari yang memiliki lebih dari 200 siswa, SDN Kembangan Utara 0I & 02 (400an siswa), SMPN 220 (780 siswa), serta SMPN 249 (700an siswa) di Menceng, Tegal Alur, Kali Deres.

Di Jakarta Pusat, selain SDN 03 dan 012 Sumur Batu Utara, Kemayoran (500 siswa), SDN Petamburan 07 dan 08 menumpang di gedung SDN 05 dan 06. Di Jakarta Timur, SDN 21 Kramat Jati (115 siswa) juga terpaksa pindah tempat belajar.

SDM Buruk

Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Arief Rachman mengatakan, jika sekolah rusak dibiarkan tanpa perbaikan, 20 - 25 tahun ke depan, Indonesia akan kekurangan sumber daya manusia berkualitas.

Arief Rachman menambahkan, minimnya anggaran pendidikan dalam APBD DKI menunjukkan pemerintah belum mengedepankan pendidikan sebagai prioritas.

”Kondisi saat ini, adalah bentuk kemunduran kualitas pendidikan. Namun, kita tidak boleh pesimis. Saya mengimbau agar masyarakat tidak hanya bertopang kepada pemerintah. Para orang tua murid dan warga secara umum juga bertanggungjawab atas kondisi yang terjadi saat ini,” kata Arief Rachman.

Sekretaris Jendral Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka dan Koordinator Koalisi Pendidikan, Lodi Paat, yang dihubungi terpisah mengatakan, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, gubernur dan para pembantunya, serta elit di DPRD DKI bisa dipidanakan bila melakuan pembiaran terhadap gedung-gedung sekolah yang membahayakan keselamatan siswa.

Keduanya mengimbau orang tua murid berpartisipasi aktif membangun masyarakat madani, dan melakukan gerakan bersama, seperti gugatan perwakilan kelas. ”Tidak cukup mengandalkan DPRD. Orang tua murid harus aktif melakukan fungsi legislatif, dan mengajukan tuntutan-tuntutan publik lebih keras kepada gubernur,” kata Paat.

Arist berpendapat, hak anak atas pendidikan bukan hanya terbatas pada bantuan dana, tetapi juga infrastruktur, sarana dan prasarana sekolah. Dalam kondisi apa pun, pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan menjamin kelangsungannya agar tercipta sumber daya manusia berkualitas. (WIN/TRI/NEL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar