5.31.2009

Mengintegrasikan Blog dalam Aktifitas Pembelajaran, Mungkinkah?

Blog sebagai media menulis di Internet selama ini oleh sebagian besar blogger (sebutan untuk para pengguna blog) hanya difungsikan sebagai media curahan hati untuk menuliskan catatan harian saja, padahal blog dapat difungsikan lebih dari sekedar diary online. Dalam bidang pendidikan misalnya, blog dapat difungsikan sebagai media pengajaran dalam kelas-kelas yang ada untuk mendukung dan aktifitas pembelajaran. Simak selengkapnya dalam penjelasan-penjelasan berikutnya

Penerapan E-Learning (pembelajaran elektronik) dalam lembaga pendidikan yang ingin memasukkan ICT (Information and Communication Technology) dalam proses pendidikan salah satunya dapat dilakukan menggunakan Blog. Biasanya lembaga pendidikan tinggi (universitas) menggunakan LMS (Learning Management System) untuk menyediakan virtual classroom (ruang kelas virtual) di Internet. Virtual classroom yang dimiliki biasanya memiliki banyak metafora ruang kelas konvensional seperti forum diskusi, pengumpulan tugas, katalog/perpustakaan bahan ajar, katalog hyperlink dan lain sebagainya. Lembaga pendidikan tinggi yang memiliki dana besar dan sumber daya pengembang IT mumpuni biasanya melakukan pengembangan LMS sendiri. Bagi lembaga yang memiliki dana besar tetapi tidak mampu melakukan pengembangan biasanya membeli atau menyewa LMS dari pihak ketiga, tetapi bagi lembaga yang memiliki dana dan sumber daya pengembang yang kurang, biasanya menggunakan aplikasi LMS gratis dan open source semacam Moodle (http://moodle.org).

Namun, bagi lembaga pendidikan yang hanya memiliki koneksi Internet saja dan tidak memiliki server-server yang dikelola sendiri, dapat memanfaatkan layanan Blog gratis yang banyak tersebar di Internet. Bagi institusi yang memiliki server web dan domain yang dikelola sendiri dapat melakukan instalasi blog engine semacam Wordpress (http://wordpress.org) ke dalam server-nya. Layanan Blog gratis yang dapat digunakan, salah satunya adalah Edublogs (http://edublogs.org), yaitu sebuah layanan blog gratis yang diperuntukkan bagi para pendidik, pustakawan, penulis, peneliti dan laboran. Blog yang dikhususkan pagi para pendidik profesional ini memiliki banyak fitur pada versi terbarunya. Penulis sendiri memilih menggunakan layanan Blog ini dibanding menggunakan layanan blog gratis lainnya (Blog penulis beralamat di http://gora.edublogs.org). Praktisi pendidikan dari ITB (Institut Teknologi Bandung) yang juga seorang praktisi IT, Bapak Budi Rahardjo juga memiliki sebuah blog di Edublogs dengan alamat http://budi.edublogs.org.

Bagaimana mengintegrasikan penggunaan Blog dalam aktifitas pembelajaran? Penulis memberikan dua contoh skenario integrasi Blog dalam proses pembelajaran. Pada skenarion pertama, para pengajar dapat menggunakan Blog untuk menampilkan informasi perkuliahan, bahan ajar yang siap dodownload, daftar hyperlink sebagai referensi siswa, melakukan pemberian tugas dan menampilkan hasil penelitan dosen, untuk kemudian siswa dapat mengunjungi Blog tersebut untuk membaca informasi perkuliahan yang diampu dosen bersangkutan, men-download bahan ajar serta memberikan pertanyaan dan komentar atas informasi yang tersedia, sehingga informasi akan berjalan dua arah dan interaktif, tidak hanya dari dosen ke mahasiswa, tetapi juga dari mahasiswa ke dosen.

Skenario kedua adalah dosen memberikan tugas ke mahasiswa secara lisan dan ditayangkan dalam Blog dosen bersangkutan, untuk mengumpulkan tugas, mahasiswa harus menuliskan tugasnya dalam Blog pribadi mahasiswa. Cara penilaian dilakukan dosen dengan mengunjungi Blog mahasiswa, untuk kemudian memberi komentar pada tugas yang ditampilkan dalam Blog tersebut. Dengan cara seperti ini, mahasiswa tidak hanya bertanggung jawab atas isi tugas kepada dosen saja, melainkan bertanggung jawab pula kepada publik sebagai pembaca, yang tersebar di seluruh dunia. Selain mendidik dan mengenalkan mahasiswa menulis menggunakan media Internet, skenario seperti ini juga mampu mendongkrak nama institusi pendidikan di dunia maya serta melatih mahasiswa untuk berbagi ilmu dengan orang lain.

Media yang dimuat dalam Blog-pun beragam, tidak sekedar teks, gambar dan hyperlink dan file saja. Layanan Edublogs misalnya, menyediakan fasilitas untuk memasukkan media video dan animasi kedalam setiap posting yang dibuat. Konten video yang dimasukkan merupakan video yang telah dihosting-kan dalam layanan video hosting YouTube, GoogleVideo dan i-Film. Sedangkan format animasi yang dapat dimasukkan berupa animasi Flash (*.swf) dan Macromedia Director (*.dcr). Bahkan tersedia berbagai macam Plugin, bagi pengguna blog engine Wordpress yang memungkinkan dosen melengkapi blog-nya dengan fasilitas polling, survey serta galeri galeri foto.

Lewat integrasi Blog dalam aktifitas pembelajaran diharapkan jam tatap muka antara mahasiswa dan dosen diharapkan dapat meningkat. Selain itu diskusi yang terekam/tersimpan dalam fasilitas komentar yang tersedia dapat pula menjadi referensi tambahan bagi para pembaca blog. Lain dengan aktifitas diskusi dalam kelas tatap muka di kelas konvensional, diskusi dalam blog akan selalu tersimpan dan dapat dilihat serta dibaca kapan saja. Untuk memulai menerapkan E-Learning tidak perlu mengeluarkan biaya mahal, bagi para pengajar, ayo buat kelas di dunia maya!, ayo buat blog sekarang juga!

Pembelajaran elektronik

Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran: Electronic learning disingkat E-learning) adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan tekhnologi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learneratau program pendidikan.

atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi

Seperti Sebagaimana yang disebutkan di atas, e-learning telah mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.

Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi berkurang atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru adalah komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh "contents writer", designer e-learning dan pemprograman komputer.

Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah :

  1. melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir
  2. mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya
  3. mengontrol kegiatan belajar peserta didik.

Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah yang menjadi ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang terdiri dari e (elektronik) dan learning (belajar), maka sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_elektronik


Pembelajaran Konvensional

Seorang guru dituntut untuk menguasa berbagai model-model pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.

Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya sudah tidak layak lagi kita gunakan sepenuhnya dalam suatu proses pengajaran, dan perlu diubah. Tapi untuk mengubah model pembelajaran ini sangat susah bagi guru, karena guru harus memiliki kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.

Memang, model pembelajaran kovensional ini tidak serta merta kita tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidak pada awal proses pembelajaran di lakukan. Atau awal pertama kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan kita gunakan. Menurut Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Selanjutnya menurut Roestiyah N.K. (1998) cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.

Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi (1991) metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai- pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.

Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Subiyanto (1988) menjelaskan bahwa, kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.
Banyak kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.

Disamping itu, menurutnya guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Hal senada ditemukan oleh Marpaung (2001) bahwa dalam pembelajaran matematika selama ini siswa hampir tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri dalam memecahkan masalah.

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika secara biasa adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.

Oleh sebab itulah kiranya diharapkan sangat kepada guru untuk selalu mengikuti berbagai seminar, lokakarya, semiloka, dan diklat, yang dilaksanakan oleh institusi pendidikan, terutama berkenaan dengan proses pengajaran dan pembelajaran. Sehingga kita memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan, dan merubah cara pengajaran dan pembelajaran kita selama ini. Semoga.***

sumber : http://xpresiriau.com/teroka/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional/

Memanfaatan Museum Sebagai Sumber Pembelajaran

"Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda" (HU Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001).
Uraian tersebut menunjukkan, museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa, mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional.
Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak masyarakat, termasuk kalangan pendidikan, yang memandang Museum hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah serta menjadi monumen penghias kota. Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan untuk meluangkan waktu berkunjung ke Museum dengan alasan kuno dan tidak prestis, padahal jika semua kalangan masyarakat sudi meluangkan waktu untuk datang untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap benda yang dipamerkan museum, maka akan terjadi suatu transfomasi nilai warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.
Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya.
Museum sebagai Sumber PembelajaranSebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai Sumber Pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia.
Kegiatan observasi yang dilakukan oleh siswa di Museum merupakan batu loncatan bagi munculnya suatu gagasan dan ide baru karena pada kegiatan ini siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuannya dalam berfikir kritis secara optimal. Kemampuan berfikir siswa tersebut menurut Takai and Connor (1998), meliputi :a. Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati) b. Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya).c. Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati).d. Predicting (kemampuan untuk memprakirakan apa yang terjadi berkenaan dengan objek yang diamati).e. Summarizing (kemampuan membuat kesimpulan dari informasi yang diperoleh di Museum dalam sebuah laporan secara singkat dan padat).
Kemampuan berpikir tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan dan pembinaan yang memadai dari gurunya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kemampuan berfikir kritis siswa melalui kegiatan kunjungan ke Museum, diantaranya : a. Dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas untuk materi tertentu, guru perlu sering mengajak, menugaskan atau menyarankan siswa berkunjung ke Museum guna membuktikan uraian dalam buku teks dengan melihat bukti nyata yang terdapat di museum. Kegiatan ini idealnya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk mempermudah guru dan pemandu museum membimbing siswa saat mengamati koleksi museum.b. Memberikan pembekalan terlebih dahulu kepada siswa sebelum melakukan kunjungan ke museu, terutama berkaitan dengan materi yang akan diamati. Kegiatan ini dilakukan agar pada diri siswa tumbuh rasa ingin mengetahui dan membuktikan apa yang diinformasikan oleh gurunya atau pemandu museum.c. Menyediakan alat bantu pendukung pembelajaran bagi siswa, berupa lembar pannduan atau LKS yang materinya disusun sesingkat dan sepadat mungkin serta mampu menumbuhkan daya kritis siswa terhadap objek yang diamati. d. Selama kunjungan guru dan atau pemandu museum berada dekat siswa untuk memberikan bimbingan dan melakukan diskusi kecil dengan siswa berkenaan dengan objek yang diamati.e. Setelah kegiatan kunjungan, siswa diminta untuk membuat laporan berupa kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan kunjungan ke museum, kemudian hasil tersebut didiskusikan dalam kelas.f. Pada bagian akhir kegiatan, guru perlu melakukan evaluasi terhadap program kegiatan kunjungan tersebut sebagai tolok ukur keberhasilan kegiatan kunjungan tersebut.
Selain upaya yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan kunjungan ke Museum, pihak pengelola (kurator) museum juga perlu melakukan berbagai upaya agar pengunjung, terutama kalangan pendidikan dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam kegiatan kunjungannya. Upaya dapat dilakukan oleh pengelola museum dalam menjadikan museumnya sebagai sumber bagi kegiatan pembelajaran, diantaranya : a. Menyediakan panel informasi singkat berkenaan dengan pembagian ruang dan jenis koleksi yang dipamerkannya di pintu masuk museum, sehingga pengunjung dapat memperoleh gambaran isi museum secara lengkap begitu masuk pintu museum, sehingga walau pengunjung hanya masuk ke salah satu ruangan, dia tidak akan kehilangan "cerita" yang disajikan museum.b. Menyediakan panel-panel informasi yang disajikan secara lengkap dan menarik sebagai pelengkap benda koleksi pameran dan diorama.c. Menyediakan berbagai fasilitas penunjang kegiatan pendidikan, seperti leaflet, brosur, buku panduan, film, mikro film, slide dan lembar kerja siswa (LKS), sehingga pengunjung dengan mudah mempelajari objek yang dipamerkan museum. d. Khusus berkenaan dengan LKS, perlu dirancang LKS museum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing tingkatan usia siswa serta mampu membangkitkan daya kritis siswa sesuai dengan tingkatannya. e. Museum perlu menyelenggarakan berbagai kegiatan permainan museum yang menarik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa akan objek yang dipamerkan.
Perlunya kerjasama antara sekolah dengan Pengelola MuseumDiatas sudah diuraikan bahwa pemanfaatan museum secara optimal oleh siswa dapat dicapai jika sebelum melakukan kegiatan kunjungan ke museum diberikan pengenalan terlebih dahulu berkenaan dengan materi atau objek yang dipamerkan. Melalui kegiatan eksplorasi pra kunjungan diharapkan siswa akan mampu menangkap berbagai informasi penting berkenaan dengan objek yang dipamerkan sesuai dengan apa diharapkan. Agar guru mampu melakukan bimbingan dalam kegiatan kunjungan ke museum, maka guru perlu menjalin kerjasama dengan pengelola museum guna memperoleh informasi lengkap tentang museum dan koleksi yang dipamerkannya.
Sebaliknya pihak pengelola (kurator) museum dalam menyusun berbagai program pendidikan di museum serta sarana penunjangnya, perlu melakukan kerjasama dengan kalangan pendidikan agar program pendidikan di museum dan sarana penunjangnya, seperti LKS, dapat sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kurikulum sekolah. Selain itu, antara museum satu dengan yang lainnya yang berada dalam satu kota perlu melakukan kerjasama dalam membuat buku informasi museum bersama yang nantinya buku tersebut dapat dibagikan kepada kalangan pendidikan, terutama sekolah, sehingga ketika akan melakukan kegiatan kunjungan dengan mudah guru menentukan museum mana yang akan dikunjungi sesuai dengan tuntutan kurikulum pada saat itu.
Akhirnya melalui pemanfaatan Museum sebagai sumber pembelajaran diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan kita dan keberadaan museum tidak hanya menjadi penghias atau monumen kota, semoga....


sumber : kompas

5.30.2009

Sistem Pembelajaran Moving Kelas

Pada tahun pelajaran 2008-2009 SMA Negeri 1 Purwareja Klampok mencoba dengan segala kekurangan dan kelebihannya menerapkan proses belajar mengajar menggunakan Kelas Berpindah (moving Kelas) dalam rangka menunjang terlaksananya sistem Pembelajaran yang tersurat dalam Sekolah Kategori Mandiri

Pelaksanaan Pembelajaran dalam SKM berdasarkan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menetapkan kebijakan tentang pengkategorian sekolah berdasarkan tingkat keterlaksanaan standar nasional pendidikan ke dalam kategori standar, mandiri dan bertaraf internasional. Pasal Ayat 2 dan Ayat 3 Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah menjadi sekolah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan.

Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa kategori sekolah standard dan mandiri didasarkan pada terpenuhinya delapan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan). Pemerintah telah menetapkan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan tersebut paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah tersebut. Hal tersebut berarti bahwa paling lambat pada tahun 2013 semua sekolah jalur pendidikan formal khususnya di SMA sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang berarti berada pada kategori sekolah mandiri.

SMA Negeri 1 Purwareja Klampok sebagai salah satu sekolah Rintisan SKM telah memiliki program-program yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaannya. Pada tahun pelajaran 2008/2009 merupakan tahap awal rintisan SKM diharapkan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang diisyaratkan dalam pelaksanaan SKM. Dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan, maka perlu disusun suatu acuan dasar dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, salah satunya adalah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan sistem Kelas Berpindah (moving Kelas).

Pembelajaran sistem moving Kelas adalah kegiatan pembelajaran dengan peserta didik berpindah sesuai dengan pelajaran yang diikutinya. Dengan demikian diperlukan adanya kelas mata pelajaran atau kelas mata pelajaran serumpun untuk memudahkan dalam proses terlaksanaannya dan memudahkan dalam pengaturan kegiatan mengajar guru yang dilaksanakan secara Team Teaching. Pembelajaran dengan Team Teaching memudahkan guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan penilaian, kegiatan remedial dan pengayaan serta mengambil keputusan dalam menentukan tingkat pencapaian peserta didik terhadap mata pelajaran atau materi tertentu. Agar pelaksanaan dengan sistem Kelas berpindah dapat terlaksana dengan baik dan memberi peningkatan yang signifikan terhadap mutu pembelajaran dan lulusan peserta didik maka perlu disusun strategi pelaksanaan, perangkat peraturan dan administrasi yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut.

Tingkatkan Kualitas Tenaga Pendidik Usia Dini

TENGGARONG- Peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini, tentu tidak terlepas dari kualitas sumber daya tenaga pendidik. Berbagai terobosan perlu dilakukan, agar pendidikan dapat terlaksana dengan tepat sasarn. Melalui pelatihan dan evaluasi kegiatan belajar mengajar ini merupakan upaya yang harus terus digalakan dan kembangkan agar dapat mendorong percepatan kualitas peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini di tiap kecamatan.

Demikian dikatakan ketua GOPTKI Kukar DR HJ Futum Hubaib Aswin,S.Sos,MM disela – sela pembukaan pelatihan dan evaluasi kegiatan belajar mengajar bagi guru TK professional di Gedung secretariat GOPTKI Kukar, Rabu ( 11/2).
Futum juga mengatakan,guru taman kanak – kanak adalah pendidik yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang cukup berat, karena mendidik anak usia dini yang masih butuh perhatian dan kasih sayang penuh.
Pendidikan anak usia dini diarahkan untuk membentuk watak dan karakter anak – anak didik, agar menjadi manusia Indonesia yang taqwa kepada tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur serta berorientasi pada kecerdasan intelaktual, emosional dan spiritual. Hal ini sangat penting, karena kecerdasan anak adalah penentu kualitas bangsa dimasa yang akan datang, tambahnya.
Usia dini juga merupakan masa keemasan karena otak anak berkembang secara pesat. Oleh karena itu, peran guru menjadi sangat penting untuk dapat menerapkan pendidikan yang bermutu. Untuk itu, ia berharap kepada para peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik sekaligus dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan membangun organisasi kearah yang lebih baik lagi. ( HMP 04 ).

sumber : http://humas.kutaikartanegarakab.go.id/index.php/read/tingkatkan-kualitas-tenaga-pendidik-usia-dini/

Tenaga Pendidik Akan Menjadi Jabatan Promosi

Jakarta, Kompas - Jabatan sebagai tenaga pendidik di lembaga-lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Negara RI, serta Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, akan menjadi jabatan promosi, sehingga akan dibuat sistem yang mengatur bahwa mereka yang akan ditugaskan sebagai pendidik adalah mereka yang berprestasi. Kemudian, setelah berdinas sebagai pendidik selama dua hingga tiga tahun, yang bersangkutan akan dipromosikan ke jabatan strategis.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto mengungkapkan hal itu dalam diskusi terbatas di kantor Redaksi Kompas, Selasa (12/7). Sutanto hadir didampingi Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Aryanto Boedihardjo.

Tenaga pendidik Polri seharusnya tidak menjadi jabatan buangan, karena bermasalah di tempat lain, lalu ditempatkan sebagai tenaga pendidik. Ini yang kemudian membuat para tenaga pendidik tidak bersemangat bekerja atau bekerja asal-asalan, ujarnya.

Nantinya, lanjut Sutanto, tenaga pendidik akan menjadi jabatan promosi yang prestisius. Yang masuk ke sana adalah mereka yang berprestasi.

Setelah mengabdi selama dua hingga tiga tahun di lembaga pendidikan Polri, yang bersangkutan akan dipromosikan menjadi pemimpin strategis.

Kepala Polri menyatakan, salah satu prioritasnya adalah menciptakan rasa bangga di kalangan pendidik Polri. Lebih luas lagi adalah menciptakan rasa bangga sebagai polisi Indonesia. Ini yang juga penting, kata Sutanto.

Harta sindikat

Dalam kesempatan itu, ia banyak mengungkapkan ide-ide mengenai usaha menyejahterakan polisi, sistem imbalan dan hukuman (reward and punishment), dan upaya menyukseskan program-programnya, termasuk pemberantasan judi.

Untuk dana insentif polisi, ia mengungkapkan, sudah mengusulkan mekanisme dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan UU No 22/1997 tentang Narkotika. Di naskah revisi itu diajukan usulan agar sebagian dari harta sindikat narkoba yang disita negara dialokasikan untuk dana operasional polisi dan insentif bagi polisi yang bertugas. Saya mohon doa dan dukungannya agar revisi ini disetujui, tambahnya.

Soal program-programnya, salah satunya mengenai komitmen antijudi yang diduga sulit terealisasi, Sutanto mengaku yakin dapat terwujud karena ia tidak bekerja sendiri. Ditegaskannya bahwa di kalangan internal Polri, masih ada banyak dukungan dari polisi yang ingin tampil lebih baik di hadapan masyarakat.

Ia mengungkapkan, pemberantasan judi memang bukan perkara mudah. Namun, tidak ada alasan untuk tidak memulai pemberantasannya.

Tentunya kita harus berstrategi, jangan diam saja. Kalau diam ya pasti dilibas. Yakinlah bahwa sehebat apa pun, orang yang melanggar hukum juga merasa takut, tandas Sutanto. (ADP)

sumber : Kompas

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0507/13/metro/1893223.htm