5.17.2009

Kurikulum Berbasis Behavioristik

Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya yang membuat manusia maju. Menurut Saodih (2008:45), kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Prilaku kognetif, afektif, psikomotorik merupakan manifestasi karakteristik kehidupan manusia.

Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan perkembangan, latarbelakang social budaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya tergantung kepada konteks, peranan dan statusnya. Kondisi psikologis interaksi pendidikan, antara pendidik dengan terdidik harus sesuai, meskipun antara jenjang dan lingkungan pendidikan berbeda.

Tugas utama pendidik adalah membantu seluruh aspek perkembangan peserta didik. Melalui pendidikan, perkembangan peserta didik lebih tinggi dan lebih luas. Melalui usaha belajar, baik melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman dan penerapan serta pemecahan masalah. Psikologi pengjaran memberi arah tentang tatacara dan proses pendidikan yang memberikan hasil optimal.

Psikologi perkembangan dan psikologi pembelajaran merupakan dua cabang psikologi pendidikan yang penting. Psikologi perkembangan menggambarkan pengetahuan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik atau kasus. Longitudinal menekankan pada studi melalui pengamatan dan pengkajian, Cross sectional melihat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan serta prilaku. Studi analitik menekankan pada gangguan studi pada masa sebelumnya akan berpengaruh pada studi selanjutnya. Studi sosiologik menekankan pada tugas-tugas yang harus dihadapi di masyarakat sedangkan studi kasus hanya menekankan studi perkembangan anak dari kasus kasus tertentu.

Psikologi belajar, menekankan pada bagaimana individu belajar. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman karena berinteraksi dengan lingkungan dan sebagai reaksi atas situasi yang dihadapinya.

Menurut Gagne perubahan tersebut berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu, “learning is a change in human disposition or capability, which can be retained, and which is not simply ascribable to the process of growth”. Hilgard dan Bower menembahkan bahwa perubahan itu karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, sebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapinya. Menurut mereka belajar adalah:
“The process by which an activity originates or is changed throught reacting to an encountered situation, provided that the characteristics of the change in activity cannot be explaned on the basis of native respone tendencies, maturation, or temporary states of the organism.”

B. Rumpun Teori Psikologi Belajar

Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt ada tiga keluarga atau rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field.

Pertama, Teori Disiplin Mental. Menurut rumpun teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tersebut. Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tertentu. Ada beberapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental yaitu: disiplin mental theistic, humanistic, naturalisme, dan apersepsi.

  1. Teori disiplin mental theistic berasal dari psikologi Daya. Menurut teori ini individu atau anak mempunyai sejumlah daya mental seperti daya untuk mengamati, menganggap, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan sebagainya.belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut. Kalau daya-daya tersebut terlatih maka dengan mudah dapat digunakan untuk menghadapi atau memecahkan berbagai masalah.
  2. Teori disiplin mental humanistic bersumber pada psikologi humanisme klasik dari Plato dan Aristoteles. Teori ini hampir sama dengan teori pertama bahwa anak memiliki potensi-potensi. Potensi-potensi perlu dilatih agar berkembang. Perbedaannya dengan teori disiplin mental theistic, teori tersebut menekankan bagian –bagian, latihan bagian, atau aspek tertentu. Teori disiplin mental humanistic lebih menekankan keseluruhan, keutuhan. Pendidikannya menekankan pendidikan umum (general education). Kalau seseorang menguasai hal-hal yang bersifat umum akan mudah ditransfer atau diaplikasikan kepada hal-hal lain yang bersifat khusus.
  3. Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self actualization. Teori ini berpangkal dari psikologi naturalisme romamtik, dengan tokoh utamanya Jean Jacques rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya bahwa anak mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan. Kelebihan dari teori ini, berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai potensi atau kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri. Agar anak dapat berkembang dan mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya pendidik atau guru perlu menciptakan situasi yang permisif yang jelas. Melalui situasi demikian, ia dapat belajar sendiri dan mencapai perkembangan secara optimal.
  4. Teori belajar yang keempat adalah teori apersepsi, disebut juga herbartisme, bersumber kepada psikologi structuralisme dengan tokoh utamanya Herbart. Menurut aliran ini, belajar adalah membentuk masa apersepsi. Anak mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu. Hasil dari suatu perbuatan belajar disimpan dan membentuk suatu masa apersepsi, dan masa apersepsi ini digunakan untuk mempelajari atau menguasai pengetahuan selanjutnya, semakin tinggi perkembangan anak, semakin tinggi pula masa apersepsinya.

Kedua, rumpun atau kelompok teori belajar Behaviorisme yang biasa juga disebut S-R stimulus–respons. Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement, sebagaimana akan dijelaskan di bawah.

Ketiga, Cognitive Gestalt Field, terdiri dari:

  1. Teori belajar pertama dari rumpun ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari psikology Gestalt Field menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan explorative, imajinative dan creative. Pemahaman atau insight merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan. To state it differently, insight is the sensed way through or solution of a problematic situation…we might say that an insight is a kind of intelligent feel we get about a situation that permits us continue to strive actively to serve our purpose.
  2. Teori belajar Goal Insight berkembang dari psikologi configurationism. Menurut mereka, individu selalu berinteraksi dengan lingkungan. Perbuatan individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi, pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak inteligen, berwawasan luas, mampu memecahkan berbagai masalah.
  3. Teori belajar cognitive field bersumber pada psikologi lapangan (field psikology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu beradadalam suatu lapangan psikologis yang oleh Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang mendorong pencapaian tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu selalu terarah kepada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai sesuatu tujuan maka timbul tujuan lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik, di dalam lapangan psikologisnya masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari orang-orang dan lingkungan psikologisnya di dalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling bergantung pada yang lain.

Istilah cognitive berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti ‘mengetahui (to know)’. Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia menggunakan pengetahuan pengetahuan dan pengenalannya serat berbuat terhadap lingkungannya. Bagi penganut cognitive field, belajar merupakan suatu proses interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau menemukan struktur kognitif lama. Dalam membimbing proses belajar, guru harus mengerti akan dirinya dan orang lain serta lingkungannya merupakan suatu kesatuan.

C. Falsafah Behavioristik

Falsafah behavioristik yang biasa juga disebut S-R stimulus–respons mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini berasumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan, apakah lingungan keluarga, sekolah atau masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang membentuknya. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat, diamati.

  1. Teori S-R Bond (Stimulus-Response) bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun behaviorisme. Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk kepada hukum stimulus-response atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan suatu stimulus dan direspons oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu dapat merupakan stimulus yang mengakibatkan respons memetik bunga tersebut. Demikian halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus respons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus respons sebanyak-banyaknya. Tokoh utama teori ini adalah Edward L.Thorndike ada tiga hukum belajar yang sangat terkenal dari Thorndike, yaitu law of readness, law of exercise or repetition dan law of effect (Bigge dan Thurst, 1980: 273). Menurut hukum kesiapan, hubungan dengan stimulus dan respon akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada system syaraf individu. Selanjutnya, hukum latihan atau pengulangan, hubungan dengan stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law of effect), hubungan stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
  2. Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus response with conditioning. tokoh utama teori ini Watson, terkenal dengan percobaan conditioning pada anjing.belajar atau pembentukan hubungan dengan stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas dibunyikan bel, demikian terjadi setiap hari dan setiap saat pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi anak sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu makan pagi, siang, dan makan malam dikondisikan oleh bunyi jam atau jarum jam.
  3. Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L. Hull. Teori ini berkembang dari teori psikologi, reinforcement, merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori S-R Bond dan conditoning. Kalau pada teori conditioning kondisi diberikan pada stimulus maka pada reinforcement kondisi diberikan pada respon karena anak belajar sungguh-sungguh (stimulus) selain ia menguasai apa yang dipelajarinya (respon) maka guru memberi angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka tinggi, pujian, dan hadiah merupakan reinforcement , supaya pada kegiatan belajarnya akan lebih giat dan sungguh-sungguh.

Di dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh reinforcement kita temukan seperti pemberian pujian, hadiah, bonus, insentif, piala, mendali, piagam penghargaan, kalpataru, adipura, lencana sampai dengan parasamya, dan bintang mahaputra. Disamping reinforcement positif seperti itu dikenal pula reinforcement negatif untuk mencegah atau menghilangkan suatu perbuatan yang kurang baik atau tidak disetujui masyarakat. Contoh reinforcement negatif adalah: peringatan, ancaman, teguran, sanksi, hukuman, pemotongan gaji, penundaan kenaikan pangkat, dsb.

Latar belajar teori behavioristis bersumber pada pandangan John Locke mengenai jiwa anak yang baru lahir, ialah jiwanya dalam keadaan kosong. Seperti meja lilin bersih, disebut tabularasa. Dengan demikian pengaruh dari luar sangat menentukan perkembangan jiwa anak, dan pengaruh luar itu dapat dimanipulasi (direatmen secara leluasa). Dari pandangan manusia menurut John locke tersebut, pendekatan belajar menjadi behavioristic elementaristic, atau pendekatan belajar behavioristic emperistic. Di samping itu ada pandangan manusia lain, ialah fenomena, jadi fenomologis, sehingga pendekatan belajar bercorak kognitif-totalistis, dasar psikologisnya adalah psikologi Gestalt.

Pendekatan behavioristic-elementaristic menganggap jiwa manusia itu pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus atau perangsang-perangsang dari luar yang ada di lingkungan sekitar. Oleh karena itu tingkah laku manusia dapat dimanipulasi, dapat dikontrol atau dikendalikan. Cara mengendalikan tingkah laku manusia mengontrol perangsang-perangsang yang ada dalam lingkungannya. Tingkah laku manusia mempunyai hukum-hukum seperti yang berlaku dalam hukum-hukum pada gelaja alam, umpanya hukum sebab akibat. Metode-metode kealaman dapat dipakai dalam tingkah laku manusia dengan sifat hubungan mekanistis.

Dari pendekatan behavioristik tersebut di atas diajukan rumus matematis = FL`tingkah laku itu adalah TLk, yakni bahwa tingkah laku itu merupakan fungsi lingkungan. Jika lingkungan berubah tingkah lakunya akan berubah juga. Jika kita menginginkan tingkah laku tertentu, kita ubah lingkungan sedemikian rupa sehingga dapat membentuk tingkah laku yang diinginkan. Jika tingkah laku kita beri symbol R dan lingkungan S, maka R = fS dimana R = respon; S =stimulus.

Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik

Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni

  1. mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
  2. mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
  3. mementingkan peranan reaksi (respon)
  4. mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
  5. mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
  6. mementingkan pembentukan kebiasaan.
  7. ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.

Teori hubungan S-R tanpa persyaratan (without reinforcemen) termasuk dalam teori belajar behavioristis. Tokoh Watson dan Guthrie dipandang sebagai pengajar teori belajar hubungan S-R tanpa persyaratan, yang disebut juga teori kontiguitas. Dalam teori ini tidak memperhitungkan pengaruh variable yang menyenangkan. Menurut teori kontiguitas, faktor terbentuknya hubungan S-R cukup keadaan kontinue saja. Bilamana suatu S kontinue (dibuat ada bersama) dengan tingkah laku tertentu R. akan terbentuklah hubungan dalam urat syaraf. Teori belajar kontiguitas dapat dikatakan paling sederhana, sebab tidak memperhatikan efek dalam belajar.

J. B. Watson (1878-1958) mengadakan perubahan besar dalam teori dan praktek psikologi menurut pandangannya. Dengan pengalaman eksperimen….dalam maze (kotak eksperimen) dia menolak metode instrospeksi sebab tidak dapat dibuktikan. Watson mengadakan percobaan-percobaan belajar dengan hewan dan manusia. Sarjana ini percaya, bahwa tingkah laku dapat dapat diterangkan dengan terminology hubungan S-R dalam syaraf otak dalam karyanya: Psiokology as the Behavioristist Views lt. (1913).

Belajar menurut Watson adalah jika S dan R ada bersamaan dan kontigu, maka hubungannya akan diperkuat. Kekuatan hubungan S-R tergantung kepada frekuensi ulangan adanya S-R. Watson mementingkan hukum ulangan atau hukum latihan dalam belajar. Watson tidak menganggap penting Hukum efek Thorndike. Watson menolak hukum efek dari Thornike, sebab dianggap dasarnya mentalistik dan berdasar prinsip kenikmatan.

Hukum kedua yang dipententangkan oleh Watson adalah The Law of Recency (hukum kebaruan). Artinya respon yang baru akan diperkuat dengan ulangan hadirnya dari pada respon yang lebih awal. Dasar kegiatan belajar adalah dengan conditioning. Belajar adalah memindahkan respon lama terhadap stimuli baru.

Sumbangan Watson dalam perkembangan psikologi pendidikan antara lain, ialah:

  1. Mempunyai pengaruh besar dalam psikologi di USA.
  2. Mempopulerkan ajaran behaviorisme.
  3. Adanya tingkah laku, mesti ada hubungan syaraf di otak.
  4. Untuk menjelaskan belajar perlu mengerti fungsi otak.
  5. Menggerakkan studi dan tingkahlaku secara obyektif.
  6. Mempertimbangkan faktor lingkungan .
  7. Belajar adalah proses membentuk hubungan S-R.
  8. Banyak mendorong penelitian-penelitian eksperimen dengan conditoning di USA.

Tokoh kedua adalah E.R Guthrie (186-1959) yang mengembangkan teori belajar kontiguitas S-R di Universitas Washington. Menurut Guthrie, bahwa prinsip kontiguitas adalah kombinasi stimuli yang telah menghasilkan respon diteruskan sehingga stimulus yang dikontigukan tetap menghasilkan respon tadi. Guthrie menolak hukum ulangan yang dianut Watson.

Di dalam teori belajarnya, Guthrie berpendapat, bahwa organisme otot-otot dan pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut gerakan-gerakan. Guthrie mengatakan, suatu tindakan terdiri atas serentetan gerakan-gerakan yang diasosiasikan bersama dengan hukum kontiguitas. Guthrie menolak teori Thorndike yang mengatakan bahwa dasar respon adalah tindakan-tindakan dan bukan gerakan-gerakan.

Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah suatu stimulus dengan respon R, tepatnya adalah stimulus yang mengenai organ tubuh dan syarafnya (sebagai sensasi) dan kemudian menimbulkan respon tersebut. Eksperimen yang diadakan oleh Guthrie di Horton (1946) dengan kucing dalam sangkar.

Guthrie mengajukan prinsip-prinsip belajar, yakni :

  1. yang terpenting adalah prinsip persyaratan (conditioning).
  2. prinsip pengendalian persyaratan yakni respon akan dikendalikan jika respon lain timbul dengan adanya S-R asli.
  3. adanya persyaratan yang ditunda.
  4. Pengembangan (perbaikan) performance atau tindakan merupakan hasil praktek. Proses conditioning akan terjadi setelah percobaan pertama. Penguatan hubungan S-R adalah hasil dari ulangan (praktek) dan bukan karena peningkatan Stimulus.

Memang teori belajar Guthrie dipandang lebih sederhana sebab ditekankan kepada adanya stimulus dan respon yang nampak dan belum atau tidak memperhitungkan kegagalan dan hadiah (reinforcement). Dengan begitu terori tersebut tidak mendorong untuk mengadakan penelitian-penelitian menurut model Guthrie. Selain itu Guthrie tidak mengembangkan motivasi belajar, sebab stimulus sendiri sudah berarti motif.

Menurut teori kontiguitas, bahwa lupa dapat terjadi karena kegiatan hubungan S-R dipakai hal lainnya. Jadi lupa timbul karena ada interferensi atau gangguan pembentukan hubungan S-R dalam syaraf. Guthrie juga menganjurkan terjadinya transfer pengetahuan dari satu hal ke hal lain dengan latihan pada bidang khusus atau praktek pada bidang yang lebih luas.

sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/12/kurikulum-berdasarkan-filsafat-behaviorisme/#more-5320

1 komentar: