5.30.2009

Menakar “Sektor” Dana Pendidikan 2009

KabarIndonesia - Indonesia sebagai negara berkembang perlu memerhatikan keadaan perekonomian serta pendidikan. Dana pendidikan pun terus dipikirkan dari tahun ke tahun. Kondisi perekonomian pada negara berkembang secara langsung mempengaruhi situasi pendidikan. Ini menyangkut besaran dana dan prioritas peningkatan pendidikan.

Indonesia tercatat masih memiliki sejumlah kelemahan dalam dunia pendidikan, hal itu dibuktikan dari tingkat bantuan, pemerataan, bangunan, serta fasilitas untuk pendidikan mulai dari tingkat dasar, mengengah, sampai tinggi. Untuk kualifikasi perguruan tinggi, kebijakan masih diberlakukan antara pihak pemerintah dengan universitas masing-masing.

Kebijakan pendidikan memberikan pengaruh tersendiri akan globalisasi pendidikan. Pemerintah pada tahun 2009 akan mengeluarkan kebijakan pendidikan khususnya tahap perguruan tinggi, di mana universitas-universitas yang ada di Indonesia akan berubah menjadi BHP atau Badan Hukum Pendidikan.
Kebijakan ini mendapat simpati berbeda dari pelaku pendidikan mulai peserta didik sampai pendidik.

Sebenarnya jika berbicara konsep, pemerintah perlu sekali menggali mengenai kebijakan yang akan dikeluarkan seperti pemerataan pembangunan sekolah, pengadaan guru dan sarana prasarana serta penetapan kualitas input dan output yang meliputi nilai standar kelulusan serta seleksi peserta didik pada tingkat tertentu.

Seperti dilansir Jawapos 13 Desember 2008 bahwa untuk tahun 2009 pemerintah menganggarkan 20 persen atau 224,4 triliun rupiah untuk penanganan dunia pendidikan. Kebijakan ini merupakan kualitas tertinggi dalam dunia pendidikan Indonesia dimana sebelumnya pemerintah hanya menganggarkan kurang dari 20 persen, sedangkan negara lain sudah menempuh 20 persen terlebih dahulu.

Pemerintah memang berusaha keras untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan, tetapi muncul pula permasalahan takaran dana yang akan digunakan. Menurut sumber Jawapos 25 Desember 2008, rincian dana tersebut akan digunakan untuk menggratiskan biaya pendidikan, pembangunan infrastruktur sekolah, dan peningkatan kualitas guru.

Pemerintah perlu menakar ulang mengenai pemakaian anggaran pendidikan. Kebijakan tersebut paling utama adalah gratifikasi pendidikan, penganggaran pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana sekolah. Pemerintah harus berani menggratiskan pendidikan untuk sekolah dasar, menengah, atas bahkan untuk perguruan tinggi. Masih tercatat sejumlah kekurangan anak-anak Indonesia yang putus sekolah dari usia 5 sampai 13 tahun.

Angka putus sekolah ini perlu dikurangi dengan cara melakukan gratifikasi yang meliputi dana masuk sekolah, uang gedung, uang iuran bulanan serta sumbangan-sumbangan lainnya. Seperti diulas Kompas 6 Desember 2008, bahwa mendiknas Bambang Sudibyo melarang pengelola SD, SMP untuk menarik pungutan terhadap siswa, karena pemerintah akan memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah di Indonesia.

Pemerintah melarang konsep sekolah bisnis, dimana siswa diberikan aturan untuk membeli keperluan sekolah seperti seragam, buku, dan fasilitas penunjang pendidikan lain. Pemerintah perlu juga menetapkan sangsi bagi sekolah yang megeluarkan kebijakan bisnis dalam dunia pendidikan, sangsi tersebut dapat berupa teguran, penurunan pangkat, penundaan pangkat dan lain-lain.

Kompas edisi 8 Desember kemarin mengungkap data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan, dari tahun 1995 sampai 2007, siswa yang masuk SD tahun 1995 ada 4,62 juta siswa. Kemudian lulus SD tahun 2000 berjumlah 3,95 juta atau sekitar 85,6 persennnya.

Dari lulusan SD itu, yang meneruskan ke jenjang SLTP pada 2001, sekitar 3,49 juta siswa yang berarti hanya 75,7 persen dari jumlah lulusan SD. Pada lulusan SLTP tahun 2003 hanya tercatat 3,05 juta siswa atau hanya 66,1 persen dari jumlah siswa yang masuk SLTP.

Sementara itu, dari jumlah lulusan SLTP itu yang meneruskan masuk SLTA pada 2004 hanya 2,23 juta siswa yang artinya hanya 48,2 persen dari jumlah siswa yang sudah lulus SLTP dan yang berhasil menamatkan sekolah di jenjang SLTA ini pada 2007 hanya 2,02 juta siswa atau hanya sekitar 43,8 persennya. Selebihnya, siswa SLTA itu putus di tengah jalan.

Pokok kedua yang perlu diperhatikan adalah pembangunan infrasutruktur sekolah di Indonesia, ini mengingat masih sulit terjangkaunya pendidikan di daerah pedalaman. Pemerintah perlu membuka jalan untuk terus mengamati perkembangan daerah terpencil agar tersentuh masalah pendidikan.

Anggaran dana tahun 2009 ini penting untuk membangun gedung sekolah baru baik itu bangunan sekolah murni atau sekolah satu atap khususnya di daerah pedalaman. Selama tahun 2008 masih terdapat gedung sekolah yang rusak atau ambruk, kejadian ini tidak perlu terulang pada tahun 2009 karena pemerintah harus melakuakan act atas evaluasi sebelumnya.

Seperti terlihat pada umumnya bahwa sekolah-sekolah negeri masih banyak yang kondisi bangunannya mengalami kerusakan, ambruk, bahkan ada kasus yang sampai bangunan sekolah mengalami masalah sertifikasi bangunan sehingga peserta didik harus belajar di luar gedung sekolah, sungguh ironis keadaan ini mengingat pemerintah sedang gencar mencanangkan program wajib belajar 12 tahun.

Pokok selanjutnya adalah mengenai penganggaran sarana dan prasarana penunjang pendidikan (sarpras). Sarpras ini berfungsi sebagai pendidik kedua setelah guru tentunya. Pemerintah perlu mengatur agar pelaksanaan pendidikan semakin meningkat. Dalam substansi manajemen pendidikan disebutkan bahwa manajemen sarana dan prasarana juga perlu dipenuhi.

Sarpras memiliki andil besar untuk mempertajam siswa mengetahui dan mempraktekkan materi pendidikan, tak hayal pada sekolah yang sarprasnya memadai akan memiliki tingkat output yang tinggi. Pemerintah harus jeli akan kebutuhan pendidikan, sehingga dapat mengoptimalkan anggaran dana yang turun tahun 2009 dengan baik. Pada daerah pedalaman selain diperlukan pembangunan gedung, tenaga pengajar, tentunya pemenuhan sarpras harus diperkuat, ini mengingat kondisi daerah pedalaman yang jauh dari peradapan global.

Pembenahan total harus berani dilaksanakan guna mewujudkan tujuan pendidikan secara nyata, tidak hanya sekedar wacana dan bahasan dalam dunia pendidikan. Diharapkan dari takaran yang sudah diorganisasikan tersebut bisa memacu keadaan pendidikan Indonesia untuk terus maju dan berkembang seperti pada negara-negara lain.

Totalitas pemerintah untuk melakukan kebijakan sangat perlu sekali guna memberdayakan anggaran dana 224,4 triliun rupiah untuk dunia pendidikan agar pencapaian target pendidikan tahun 2009 bisa terlaksana sesuai rencana.
(*)


sumber : www.kabarindonesia.com - Nanok Triyono


Tidak ada komentar:

Posting Komentar