5.30.2009

Ujian Nasional Disisipi Kampanye Negatif

AKARTA--MI: Sebuah pertanyaan menyesatkan dan cenderung sebagai kampanye negatif disisipkan dalam sebuah soal ujian akhir. Pernyataan tersebut mendisreditkan pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Soal ini syarat muatan politis dan tidak mendidik, ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR Said Abdullah di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (4/5). Dalam soal tersebut jelas mendiskreditkan suatu era pemerintahan didalam suasana politik mengahadapi pilpres. Bunyi pertanyaan nomor 30 tersebut, Pada masa pemerintahan Ibu Megawati Soekarno Putri terjadi disintegrasi bangsa di

a. Aceh-Maluku, b. Aceh-Madura, c. Ambon-Medan, d. Kalimantan-Bali, e. Sulawesi-Medan

Menurut saya ini amoral karena mencekoki anak didik kita dengan soal yang absurd tanpa fakta, ungkap Said.

Untuk itu, harus diluruskan bahwa pascareformasi dari era Gus Dur, Megawati sampai saat ini di masa pemerintahan SBY tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi disintegrasi bangsa. Maka materi UAS tersebut mengada-ada dan menyesatkan anak didik kita, ungkapnya.

Pertanyaan itu merupakan bagian dari soal Ujian akhir Madrasah Aliyah Negeri I Sumenep kelas XII mata pelajaran Sejarah. Setelah dikonfirmasi, hal tersebut terjadi hampir di seluruh kawasan Madura.

Tidak hanya pertanyaan nomor 30, ungkap Said, pada pertanyaan nomor 31 juga berindikasi kampanye. Bunyi pertanyaan nomor 31 tersebut sebagai berikut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan presiden Republik Indonesia ke berapa. Ini jelas merupakan sebuah kampanye terselubung untuk mendoktrin pemilih pemula, sambung Ketua Komisi VIII DPR Hasrul Azwar.

Ia mengatakan, bahwa semua sepakat untuk tidak menjadikan anak didik sebagai kuda troya politik demi ambisi rezim penguasa mengahalalkan segala cara melalui rantai birokrasi pendidikan.

Oleh karenanya, Komisi VIII DPR akan memanggil Menteri Agama atas kejadian ini. Karena MAN termasuk dalam kewenangan Depag dan strukturnya masih langsung vertikal, dari pusat hingga tingkat sekolah. Saya minta kalau ingin melakukan pendidikan politik kepada pelajar yang normatif saja dan yang tidak menimbulkan perdebatan. Jangan menimbulkan khilafiah semacam ini, tukasnya. (*/OL-03)

sumber : Media Indonesia Online
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/05/05/73059/3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar