4.15.2009

ITB Bakal Berlakukan Sistem Akademis Ketat

Kamis, 24 Januari 2008 | 19:34 WIB

BANDUNG, KAMIS - Institut Teknologi Bandung memberlakukan sistem akademis yang ketat. Ratusan mahasiswa drop out, atau gagal melanjutkan kuliah per tahunnya. Mayoritas disebabkan persoalan akademis. Menurut Wakil Rektor Senior Bidang Akademik ITB Prof. Adang Surahman dalam jumpa pers Ujian Saringan Masuk (USM) Terpadu ITB 2008, rata-rata 2 persen dari total student body (jumlah mahasiswa) ITB per tahun mengalami drop out. ”Hanya 90 persen per angkatannya yang rata-rata bisa menyelesaikan kuliah,” ujarnya.

Jumlah mahasiswa ITB adalah 18.000, termasuk program S2 dan S3. Di ITB setidaknya ada tiga kali evaluasi menentukan mahasiswa masih layak kuliah atau tidak. Misal, pada setahun pertama Tahap Pembelajaran Bersama (TPB), mahasiswa tidak boleh memiliki indeks prestasi kumulatif di bawah 1. Pada dua tahun pertama, tidak boleh ada nilai E atau IPK di bawah 2,0. Aturan ini diberlakukan tegas. ”Mahasiswa mengetahui jelas aturan ini. Kita tidak begitu saja mengeluarkan mahasiswa. Ada langkah yang ditempuh sebelumnya. Peringatan dan teguran disampaikan. Termasuk, bimbingan konseling. Repotnya, ada mahasiswa yang tidak mengerti aturan, menuduh kami semena-mena,” ucapnya.

Selain akademis, diakuinya, faktor pemicu DO lainnya adalah aspek ekonomi dan sepertiga lagi attitude (sikap). ”Yang jadi persoalan adalah kalau mahasiswa itu sebenarnya tidak mampu, tetapi malu mengakui. Kita jadi kerepotan menolongnya. Padahal, banyak program beasiswa,” ujar Adang kemudian.

Berdasarkan data Keluarga Mahasiswa ITB, per 2007 ada 174 mahasiswa yang drop out. ”Rata-rata bermasalah dengan bidang akademis. Sisanya, kasuistik. Misalnya, psikologis. Kuliah di kampus ini kan sangat ketat,” ujar salah satu pengurusnya Hengki Eko Putra.

Adang membantah, tingginya angka drop out ini dipicu dari buruknya kualitas calon mahasiswa dari jalur penerimaan mandiri (USM ITB). ”Pada tahun pertama USM, 3 persen mahasiswa jalur ini drop out. Tetapi, makin ke sini (tahun berikutnya), jumlah DO makin sedikit. Sebaliknya, dari jalur SPMB malah tetap 2 persen,” ucapnya.

Untuk menjaga raw input (kualitas) calon mahasiswa melalui jalur USM, ITB memberlakukan sistem passing grade. ”Jadi, tidak serta merta hanya yang punya uang. Mereka harus memenuhi syarat nilai minimal pula untuk lolos. Maka, ITB tidak mematok kuota berapa mahasiswa yang diterima lewat jalur USM,” ucap Ketua Lembaga TPB ITB Mindriany Syofia.

Bukan pilihan tepat
Berdasarkan hasil penelitian Sudayat N. Akhmad dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, memburuknya prestasi akademik mahasiswa bisa dipicu faktor prokrastinasi dengan gejalanya, antara lain perfeksionis, cemas terhadap penilaian, takut akan tugas, ketergantungan bantuan, dan malas. Jadi, bukan semata faktor kognitif.

Dalam kondisi ini, tindakan mengeluarkan mahasiswa (drop out) dianggap kurang bijaksana. Hanya sebuah jalan pintas. Selain langkah proaktif mahasiswa, upaya mengatasi dampak fatal prokrastinasi ini yaitu dengan memaksimalkan fungsi dosen pembibing akademik. ”Kegiatan bimbingan studi hendaknya tidak hanya membahas masalah administrasi, tetapi juga merespon masalah pribadi sosial. Ini dinamakan intervensi konseling dalam pendekatan kognitif-perilaku,” papar Sudayat.

Di ITB, sebagai wujud solidaritas, KM-ITB mengadakan bimbingan konseling terhadap rekan mereka yang terancam DO. Pendekatannya lebih mengarah kepada aspek kekeluargaan dan sosiologis.

sumber : kompas - jon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar